Siapa Konglomerat Dato Sri Tahir Pemilik Mayapada Grup, Anak Tukang Becak yang Kini Punya Harta Rp46 Triliun
Pemilik Mayapada Grup Dato Sri Tahir. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Media ekonomi dan finansial terkemuka asal Amerika Serikat (AS) Forbes pada April lalu menyebut bahwa Dato Sri Tahir memiliki total kekayaan sebesar 3,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp46,86 triliun. Torehan harta ini menempatkan konglomerat tersebut sebagai orang paling kaya keenam di Indonesia.

Sejatinya, entrepreneur yang terlahir dengan nama Ang Tjoen Ming pada 26 Maret 1952 di Surabaya itu merupakan salah satu pengusaha senior Tanah Air yang cukup disegani. Nama Dato Sri Tahir melambung bersama dengan Mayapada Grup, sebuah konglomerasi usaha yang bergerak pada beberapa sektor, seperti perbankan, media cetak dan TV berbayar, properti, serta jaringan rumah sakit.

Gurita bisnis yang dikembangkan tersebut lantas tidak membuat pengusaha nasional ini lupa untuk berbagi terhadap sesama. Dalam sebuah catatan disebutkan bahwa Dato Sri Tahir merupakan seorang filantropis yang telah menyumbang 75 juta dolar AS untuk beragam aksi sosial, utamanya kesehatan.

Merunut perjalanan dari pria 69 tahun ini, Tahir kecil bukan merupakan sosok yang berasal dari kalangan sejahtera. Ayahnya adalah seorang pembuat becak di Surabaya. Begitu pula dengan sang ibu yang turut membantu profesi tersebut.

Pada 1971, Tahir menamatkan pendidikan menengah atas (SMA) di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya. Saat itu, dia pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Namun, impian itu kandas lantaran persoalan biaya.

Tak patah arang, kesempatan untuk menggapai masa depan cerah datang ketika mendapat beasiswa di sekolah bisnis di Nanyang Technological University, Singapura. Disinilah peruntungan Tahir berubah. Bukan soal title yang didapat, tetapi bagaimana dia memanfaatkan kebiasaan selama menimba ilmu di negara Merlion tersebut.

Disebutkan bahwa Tahir sering membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia. Ide tersebut yang kemudian membantunya untuk mengkapitalisasi produk impor secara lebih serius.

Merasa masih haus pengetahuan, dia lantas kembali bersekolah di Golden Gates University, California, Amerika Serikat dan berhasil lulus padai usia 35 tahun.

Setelah itu, dia makin mempertajam insting berbisnisnya dengan tekun menapaki sektor garmen. Dari garmen, lambat laun Tahir muda mulai berani memasuki bidang bisnis lain, khususnya bidang keuangan.

Diawali dari Mayapada Grup yang didirikannya pada 1986, bisnisnya merambat dari dealer mobil, garmen, perbankan, sampai di bidang kesehatan. Lalu, pada 1990 Bank Mayapada lahir sebagai sebuah bukti kehandalannya berkegiatan ekonomi.

Ceruk usaha sektor jasa keuangan ternyata lebih menjanjikan dibanding dengan bidang lain. Dari sini kemudian bisnis garmen Mayapada perlahan meredup.

Cobaan terbesar bisnis perbankan datang pada medio 1998 tatkala krisis ekonomi menerjang Asia, tidak terkecuali Indonesia. Saat itu banyak bank yang bangkrut karena tidak mampu mempertahankan kinerja dan rasio likuiditas. Alhasil, pemerintah mengambil sikap untuk melikuidasi sejumlah bank yang dianggap memiliki risiko keuangan cukup tinggi.

Hal tersebut tidak terjadi pada Bank Mayapada yang mampu bertahan dan malah masuk ke pasar saham Bursa Efek Jakarta. Usut punya usut, lembaga intermediasi ini sukses melewati badai 1998 karena siasat bisnis perseroan yang menyasar segmentasi ritel menengah kecil dan bukan kredit asing seperti kebanyakan bank saat itu.

Setelah periode tersebut, ekspansi Mayapada Grup semakin tidak terbendung. Konglomerasi ini terus menggurita hingga saat ini.

Terbaru, Bank Mayapada yang berkode emiten MAYA itu baru saja mendapat kabar baik dengan merapatnya Liang Xian Ltd, sebuah perusahaan investasi yang berbasis di British Virgin Islands (BVI) ke dalam tubuh perseroan. Kepastian tersebut mencuat setelah shareholders memberi restu dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada Senin, 10 Mei 2021.

Liang Xian mencaplok MAYA melalui pembelian sebanyak 1.466.033.913 lembar saham atau setara dengan 12,39 persen berdasarkan surat yang dikeluarkan Biro Administrasi Efek PT Adimitra Jasa Korporasi.

Aksi tersebut membuat beberapa struktur kepemimpinan dalam PT Bank Mayapada Internasional Tbk. berubah akibat masuknya pemodal baru. Meski demikian, entitas usaha ini masih tetap dikendalikan oleh orang terkaya nomor enam di republik ini, yaitu Dato Sri Tahir.