JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan pemerintah perlu lebih memprioritaskan peningkatan daya beli warga di berbagai daerah dibandingkan dengan menarik lebih banyak investasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Anis Byarwati menyatakan investasi dalam ekonomi makro tidak memiliki peran sebesar konsumsi rumah tangga yang mendominasi kontribusi sebesar 57 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jika tujuannya ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bahwa kita tahu tahun 2020 kita mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama tiga kuartal berturut-turut, jadi kalau mau menaikkan yang terbesar adalah dari variabel konsumsi rumah tangga," ujar Anis dikutip dari Antara, Senin 3 Mei.
Menurut dia, indikator konsumsi rumah tangga adalah pembelanjaan dari masyarakat sehingga para pemasok dapat memasok barang-barang untuk dibelanjakan oleh masyarakat.
Hal tersebut, lanjutnya, dinilai akan menggerakkan ekonomi sehingga roda perekonomian dapat berjalan dan daya beli masyarakat memiliki hubungan dengan pendapatan.
"Kalau pendapatan di pandemi banyak yang terpuruk yaitu lebih dari tiga juta orang kehilangan pendapatan, ada yang di PHK, ada yang usahanya bangkrut, sehingga mempengaruhi daya beli yang akhirnya mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga. Secara kasat mata negara-negara sedang fokus dalam menangani pandemi, karena ketika pandemi berakhir, ekonomi dapat bergerak lagi," ujar Anis.
Ia berpendapat pemerintah perlu memperbaiki daya beli masyarakat melalui pertolongan bantuan dana sosial (bansos) atau membangun lapangan pekerjaan.
Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menginginkan pemerintah dapat memperpanjang Program Bantuan Sosial Tunai (BST) dalam rangka menggenjot konsumsi masyarakat menyambut periode Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA:
"Sebaiknya pemerintah memperpanjang Program BST untuk menjaga daya beli masyarakat selama Ramadan dan Idulfitri yang jatuh pada Mei 2021," kata Heri Gunawan.
Menurut dia, memperpanjang BST yang telah digulirkan selama empat bulan pertama tahun 2021 (Januari-April) juga diharapkan mampu mengejar pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,3 persen.
Ia berpendapat memperpanjang BST akan menjadi solusi atas rendahnya konsumsi atau daya beli masyarakat setelah pemerintah melarang mudik Lebaran. Padahal, mudik dinilai bisa memantik konsumsi masyarakat lebih tinggi.
"Saat ini pemerintah sedang menggulirkan Program BST yang menjangkau 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia, termasuk Jabodetabek. Besaran bantuan sebesar Rp300 ribu/KPM selama empat bulan," ungkap Heri.
Bila selama Ramadan dan Idulfitri tidak ada BST, kata dia, dicemaskan hal itu akan bisa berpotensi memperburuk kondisi perekonomian. Ia mengingatkan pada tahun 2020 lalu pemerintah juga telah mencairkan THR sebesar Rp29,382 triliun.