Demo Tolak UU Cipta Kerja, PKS: Kita Lihat Kedewasaan Pemerintah
Ilustrasi/gedung DPR (DOK/VOI)

Bagikan:

JAKARTA -Buruh dan mahasiswa akan melakukan aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja siang ini. Unjuk rasa dilakukan di depan gedung DPR dan Istana Negara.

Pihak kepolisian sejak pagi sudah bersiap siaga di lingkungan Istana Negara dan gedung DPR. Bahkan polisi sudah melakukan rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi aksi tersebut.

Menanggapi demo itu, anggota Fraksi PKS DPR, Mardani Ali Sera meminta masyarakat melihat kedewasaan pemerintah ketika menghadapi aksi demonstrasi dengan dua kemungkinan, yakni menampung aspirasi atau menghalang-halangi aksi.

"Kita akan bisa melihat kebesaran dan kedewasaan Pemerintah, baik Pusat maupun daerah, dengan melihat caranya menangani para demonstran," kata Mardani saat dihubungi VOI, Kamis, 8 Oktober.

Mardani menyebut PKS mendukung para buruh dan mahasiswa untuk melakukan aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja. 

Sebab, menurut dia, semua orang punya hak untuk menyampaikan aspirasi. Lagi pula, secara polirik PKS juga menyatakan sikap menolak saat rapat pengesahan UU Cipta Kerja.

"Negeri yang sehat, demokrasinya justru memfasilitasi penyampaian aspirasi. Karena, para demonstran ini justru pihak yang cinta negeri dan terpanggil menjaga negeri," ujar dia.

Mardani juga meminta peserta aksi unjuk rasa untuk melaksanakan protokol kesehatan COVID-19 seperti memakai masker dan mengupayakan jaga jarak.

Alasan PKS tolak UU Cipta Kerja

Terpisah, Anggota Fraksi PKS DPR , Hidayat Nur Wahid, menyebut pihaknya punya sejumlah alasan untuk tidak berpihak kepada pendukung pengesahan UU Cipta Kerja.

Hidayat menilai, ada ketidaklaziman dalam aspek formalitas pembentukan undang-undang oleh pemerintah dan mayoritas fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja.

"Saat pengambilan keputusan tingkat I di Baleg dan tingkat II di Rapat Paripurna, draft utuh dan final RUU tersebut belum dibagikan ke semua fraksi. Anehnya, semua fraksi di DPR sudah diminta untuk menyampaikan pendapatnya," ucap Hidayat.

Hidayat mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sebelum disahkan juga sangat terburu-buru. Hal ini terlihat dari jadwal pengesahan RUU dalam rapat paripurna DPR yang mendadak dimajukan, dari tanggal 8 menjadi tanggal 5 Oktober.

Dari segi substansi, Hidayat bilang banyak substansi UU yang bermasalah. Salah satunya, UU ini condong kepada investasi asing dan banyak merugikan kepentingan kaum pekerja dari warga negara Indonesia, terutama para pekerja atau buruh

"Masalah investasi di Indonesia sebenarnya bukan soal perubahan regulasi, tetapi mengenai merajalelanya KKN dan inefisiensi birokrasi. Itu seharusnya jadi prioritas yang difokuskan oleh Pemerintah," jelas Hidayat.

Dia juga menilai UU Cipta Kerja tidak memberikan kepastian hukum. Awalnya, UU ini dihadirkan untuk memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan peraturan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

"Disayangkan sekali, UU ini justru mengamanatkan banyak ketentuannya untuk diatur dalam peraturan pemerintah (PP), sehingga membuat peraturan tidak menjadi sederhana, dan penuh spekulasi politik," pungkasnya.