JAKARTA - DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan dibahas lebih lanjut dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun 2022-2023, Selasa, 14 Februari. Delapan fraksi menyepakati RUU Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR, namun fraksi PKS menolak.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, awalnya mempertanyakan para anggota apakah pendapat mini para fraksi soal RUU tentang Kesehatan bisa disampaikan secara tertulis.
"Untuk menyingkat waktu disepakati pendapat fraksi-fraksi disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Dewan apakah dapat disetujui?" tanya Dasco sebagai pimpinan sidang.
Kemudian, Anggota DPR Fraksi PKS Ansory Siregar, menginterupsi jika pandangan fraksinya ingin dibacakan secara langsung.
"Pimpinan, pimpinan, dibacakan pimpinan," kata Ansory.
"Baik silakan. Khusus PKS membacakan," ucap Dasco menerima interupsi Ansory.
Ansory lalu membacakan pendapat fraksi sekaligus menyatakan bahwa PKS menolak RUU Kesehatan menjadi inisiatif DPR.
"Pimpinan dan anggota DPR RI serta hadirin yang kami hormati, menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan, kami Fraksi PKS dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, menolak draft RUU tentang Kesehatan untuk menjadi RUU inisiatif DPR RI," tegas Ansory.
Dasco pun menerima pendapat mini PKS dan meminta agar fraksi lainnya menyerahkan pendapatnya secara tertulis. Kemudian, dia mempertanyakan apakah RUU Kesehatan bisa disetujui menjadi inisiatif DPR.
"Dengan demikian kesembilan fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya dan mami tanya apakah RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI?" tanya Dasco
"Setuju," jawab seluruh peserta rapat paripurna, kecuali anggota fraksi PKS.
Sebagai informasi, rapat paripurna hari ini dihadiri 28 anggota dewan secara fisik dan 191 anggota dewan secara virtual. Rapat juga terbuka untuk umum.
Sebelumnya, anggota Baleg DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, menyebut tujuh alasan Fraksi PKS menolak RUU Kesehatan. Pertama, Fraksi PKS berpendapat bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.
"Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujar Ledia dalam keterangannya.
Kedua, Fraksi PKS berpendapat bahwa penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus ini tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradiksi pengaturan, dan juga harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan, mengingat banyaknya Undang-Undang yang akan terdampak dalam penyusunan RUU tentang Kesehatan ini.
Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU Kesehatan ini. Sehingga, hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum.
“Antara lain, dihapuskannya aturan mengenai SIPB bidan, yang dalam RUU ini hanya dinyatakan akan diatur dalam peraturan pemerintah, juga dihapuskannya mengenai praktik kebidanan yang mengatur tempat praktik dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan bidan,” kata Sekretaris Fraksi PKS itu.
Keempat, Fraksi PKS berpendapat bahwa penugasan pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya.
Kelima, Fraksi PKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi.
"Kerawanan ini terkait dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkirkan atas nama investasi atau alih teknologi," sebutnya.
Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Seharusnya, draft RUU Kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
BACA JUGA:
Ketujuh, Fraksi PKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia.
“Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menolak draft Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan untuk dibahas pada tahap selanjutnya,” tutup Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat I ini.