Bagikan:

JAKARTA - CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menyebut faktor utama yang menjadi penyebab lesunya bisnis perumahan meski telah diberikan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kebijakan ini menyasar properti yang telah ready stock alias tidak inden.

Menurut dia, bisnis properti merupakan kegiatan usaha dengan termin waktu serta proses yang tergolong lama. Selain itu, aturan yang diberlakukan hingga 31 Agustus tersebut dinilai tidak memberikan cukup waktu untuk mengejar ketersediaan unit.

Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah memperluas aturan main tersebut dengan menetapkan juga bagi hunian yang sedang dalam tahap pembangunan alias inden.

“Beberapa hal memang masih harus ditambahkan terkait pengurangan PPN 0 persen sehingga tidak terbatas hanya rumah ready stock namun juga untuk penjualan inden, meskipun harus dibatasi progres tertentu, jadi tidak bisa juga hanya tanah kosong,” ujarnya dalam keterangan, Selasa, 30 Maret.

Ali menambahkan, regulasi tersebut dinilainya hanya menguntungkan pengembang perumahan yang telah memiliki stok unit melimpah dan bukan menyasar segmentasi bisnis properti secara menyeluruh.

“Kalau yang punya stok mereka tinggal cuci gudang saja menghabiskan unit yang ada. Tapi, kawan-kawan pengembang lain bagaimana?” tuturnya.

Lebih lanjut, dia mendorong pemerintah agar bersedia memperpanjang masa pemberlakuan insentif PPN hingga 0 persen tersebut sampai dengan 31 Desember 2021. Pasalnya, batasan waktu yang lebih panjang dianggap bisa memberikan ruang kepada pengembang untuk mengejar ketersedian unit agar bisa dipasarkan kepada konsumen.

“Kalau bisa waktunya jangan enam bulan tapi sampai akhir tahun, karena keputusan orang membeli rumah juga tidak sebentar dan ada proses yang harus dilalui,” katanya.

Selain itu, dia melihat bahwa banyak pengembang sebetulnya telah banting harga dengan memberikan program DP (down payment) 0 persen sebelum aturan relaksasi PPN diberlakukan oleh pemerintah.

“Tanpa nunggu pemerintah pun pengembang sudah lebih dulu pasang tarif DP 0 persen,” imbuhnya.

Di samping itu itu, dia juga menyoroti soal minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan atas program ini. Hal tersebut terlihat dari survei yang dilakukan oleh IPW atas insentif perpajakan bagi industri properti baru-baru ini.

“Sebanyak 91 persen masyarakat belum tahu adanya kebijakan relaksasi ini,” tegasnya.

Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan diskon pajak sektor perumahan mulai 1 Maret hingga 31 Agustus mendatang.

Secara terperinci, hunian berjenis rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual maksimal Rp2 miliar akan diberikan pembebasan PPN hingga 100 persen.

Lalu, tapak atau rumah susun dengan nilai jual antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar akan diberikan pembebasan PPN 50 persen.

Untuk mendapatkan fasilitas ini konsumen hanya boleh membeli satu jenis properti dalam jangka waktu satu tahun, dan tidak boleh dijual kembali dalam waktu satu tahun pula. Lalu, tidak berlaku bagi properti inden dan harus sudah berupa serah terima bangunan dari developer ke pemilik.