JAKARTA - Pemerintah akhirnya merilis kebijakan insentif perpajakan lanjutan berupa pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk sektor properti.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan strategi ini diharapkan dapat mengerek konsumsi sekaligus produksi sektor perumahan di tengah penurunan ekonomi pada masa pandemi.
“Ini berlaku enam bulan berlaku sejak 1 Maret hingga 31 Agustus mendatang,” ujarnya dalam Press Statement Pemberian Insentif Kendaraan Bermotor dan Perumahan yang digelar bersama beberapa menteri terkait Senin, 1 Maret.
Adapun, fasilitas ini dapat diberikan kepada konsumen dengan memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus berjenis rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual maksimal Rp2 miliar akan diberikan pembebasan PPN hingga 100 persen.
Kedua, rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar akan diberikan pembebasan PPN 50 persen.
Kemudian, persyaratan lain yang wajib dipenuhi adalah setiap orang hanya boleh membeli satu jenis properti dalam jangka waktu satu tahun, dan tidak boleh dijual kembali dalam waktu satu tahun pula. Lalu, tidak berlaku bagi properti inden dan harus sudah berupa serah terima bangunan dari developer ke pemilik.
“Kami memberikan insentif ini juga mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti penyerapan tenaga kerja dan sektor industri lain yang terkait dengan sektor ini diharapkan bisa bangkit,” tuturnya.
BACA JUGA:
Alasan lain yang disebutkan Menkeu adalah sektor properti memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menopang ekonomi selama ini. Tercatat, selama 20 tahun terakhir sektor ini memberikan sumbangsih hingga dua digit dalam pembentukan ekonomi nasional.
Sedangkan realisasi sepanjang tahun lalu, segmentasi industri perumahan disebutkan Menkeu terkontraksi hingga level minus.
Untuk diketahui, pemerintah sendiri mengklaim sektor properti menyerap hingga 9,1 juta tenaga kerja pada masa sebelum pandemi. Angka tersebut diduga kuat menjadi berkurang pada 2020 seiring dengan lesunya permintaan perumahan imbas COVID-19.