Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, ada wacana pemerintah untuk menerapkan standardisasi bagi minuman berpemanis.

Padahal sebelumnya, pemerintah tengah menggodok wacana penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, tujuan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minuman berpemanis ini sama seperti cukai, yakni guna menekan konsumsi gula, garam dan lemak (GGL).

"Kemarin sebenarnya di DPR sudah kami sampaikan bahwa sudah ada rapat terbatas (Ratas) dan arahannya itu untuk gula, garam dan lemak adalah diberlakukan seperti SNI dengan Menko PMK (Muhadjir Effendy) sebagai vocal pointnya. Jadi, seperti itu," ujar Putu kepada wartawan dikutip, Kamis, 11 Juli.

Putu menyebut, Kemenperin memandang penerapan SNI untuk minuman berpemanis lebih tepat lantaran langkah standardisasi dinilai lebih ketat dibandingkan dengan pengenaan cukai.

Pembatasan konsumsi gula dengan penerapan cukai dikhawatirkan tidak akan berjalan efektif.

Sementara pelanggaran SNI akan menyeret pelaku pada hukuman pidana apabila tidak dijalankan.

"Cukai, kan, boleh beredar, tapi harganya saja dan harganya itu kami khawatirnya tetap saja dia (konsumen) beli. Tetapi kalau SNI, SNI itu harus comply kalau nggak comply pidana itu. Itu yang posisi di Kemenperin," katanya.

Dia mengungkapkan, wacana penerapan SNI minuman berpemanis ini juga sudah sampai di Menteri Keuangan dan DPR.

Meski begitu, kata Putu, penerapan SNI maupun cukai MBDK untuk menekan konsumsi gula ini masih dalam bentuk wacana.

"Baru wacana-wacana gitu. Sekarang belum mengerucut, lah, mana yang mau (diberlakukan), tapi posisi Kemenperin dari awal dan arahan dari Ratas seperti itu," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa target cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) penerapan sudah ditetapkan.

Namun, implementasi cukai MBDK lebih kompleks jika dibandingkan dengan cukai plastik lantaran pelaksanaanya memerlukan pembahasan lintas menteri.

"Plastik sudah kami sampaikan di sini. Kami buat judgement soal masalah ekonomi saja, kalau sedang lemah kami tambahkan cukai dan juga urgensinya kebijakan cukai ini untuk discourage konsumsi karena itu berbahaya untuk lingkungan dan kesehatan. Jadi, kami lihat timingnya soal kondisi ekonomi dan target yang sudah ditetapkan di APBN," jelas Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa, 19 Maret 2024.

Sri Mulyani menilai, hal ini dikarenakan minuman berpemanis masuk dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Sehingga, lanjutnya, pembahasannya akan dilakukan bersama lintas kementerian/lembaga, baik Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Perindustrian.

"Nanti akan ada pembahasan antar Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian mengenai kadar gula, kadar garam yang dianggap sehat versus industri. Ini makanya memang sudah muncul berbagai reaksi karena memang adanya pembahasan antar k/l," ujarnya.