Bagikan:

JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mendorong pemerintah melakukan kampanye nasional soal penerapan pola hidup sehat sebelum memberlakukan kebijakan cukai pada segmen minuman berpemanis.

Menurut dia, hal ini merupakan langkah yang perlu diambil selain mengenakan pungutan perpajakan dalam menjaga peredaran barang-barang yang dianggap berisiko bagi masyarakat.

“Untuk cukai minuman berpemanis kami berharap adanya edukasi konsumen untuk pola gizi seimbang dan hidup sehat,” ujarnya kepada VOI tengah pekan ini.

Menurut Adhi, rencana pemerintah untuk memberlakukan cukai pada barang konsumsi ini pada 2022 dianggap kurang tepat. Pasalnya, penarikan pungutan khusus dipastikan dapat menekan daya beli sehingga berpotensi menimbulkan tekanan terhadap sektor produksi.

“Pemerintah perlu melibatkan pelaku usaha serta melihat kondisi menyeluruh. Kami sudah sampaikan ke pemerintah bahwa penerapan cukai tidak tepat dilihat dari sisi teknis dalam mengatasi masalah yang ada maupun dari sisi waktu,” tuturnya.

Terlebih, sambung pengusaha makanan dan minuman itu (mamin), pemerintah juga sedang menggerakan sektor ekonomi manufaktur demi mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi.

“Apalagi saat ini sedang dalam proses pemulihan ekonomi,” tegasnya.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pada 2022 mendatang merupakan periode awal penetapan pungutan cukai pada minuman berpemanis dan juga plastik. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang APBN 2022 di turunan regulasi Perpres 104/2021.

Adapun, ketetapan beleid tersebut mengatur minuman berpemanis seperti minuman teh kemasan, soda, kopi, minuman berenergi, dan konsentrat direncanakan pengenaan cukai Rp1.500 sampai dengan Rp2.500 perliter.