Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menargetkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) diterapkan pada tahun ini.

Skema tarif cukai minuman berpemanis yang diusulkan adalah Rp1.771 per liter.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menjelaskan, angka tersebut didapat setelah menghitung rata-rata negara anggota ASEAN yang telah menerapkan cukai MBDK.

Meski begitu, Kemenperin menilai penerapan cukai tidak efektif dan akan memukul industri.

Adapun negara-negara ASEAN yang telah menerapkan cukai MBDK adalah Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja dan Laos.

Nilai cukai MBDK tertinggi diterapkan di Brunei Darussalam, yakni sebesar Rp4.538 per liter, sedangkan terendah ditemukan di Laos senilai Rp247 per liter.

"Pengenaan cukai berlaku untuk MBDK yang mengandung gula lebih dari 6 gram per 100 mililiter tanpa bahan tambahan pemanis," ujar Putu dalam agenda Rapat Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Produk Pangan Olahan & Pangan Siap Saji dengan Kandungan Gula Garam Lemak Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 1 Juli.

Putu memperkirakan, penerapan cukai MBDK senilai Rp1.771 per liter akan mendorong harga produk minuman hingga 15 persen.

Dengan demikian, permintaan pada industri minuman berpotensi menurun sampai 16,35 persen saat cukai MBDK diterapkan.

Menurutnya, penerapan cukai MBDK tidak efektif dalam menekan angka penderita diabetes dan obesitas.

Hal tersebut disampaikan setelah melihat dampak implementasi cukai gula pada tiga negara, yakni Meksiko, Inggris dan Australia.

Dia menyebut, Meksiko telah menerapkan cukai gula sejak 2014. Namun, angka obesitas terus naik sejak 2017.

Selain itu, angka obesitas di Inggris memuncak pada 2017 setelah implementasi cukai gula pada 2016.

"Seperti Meksiko, kalau kami lihat obesity rate-nya ini masih meningkat. Demikian juga yang dilaksanakan di Inggris maupun Australia," ucap Putu.

Dikatakan Putu, kontribusi MBDK terhadap total kalori masyarakat di dalam negeri hanya 1,83 persen.

Selain itu, telah ada konsensus yang menyatakan obesitas dan diabetes disebabkan oleh beberapa hal, seperti gaya hidup, pola konsumsi hingga tingkat aktivitas fisik.

"Sehingga, sangat tidak tepat menyalahkan minuman kemasan sebagai penyebab diabetes dan obesitas," imbuhnya.