Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa jumlah utang pemerintah pada akhir Januari 2023 adalah sebesar Rp7.754,9 triliun.

Jumlah ini setara dengan 38,56 persen dari produk domestik bruto atau PDB.

Besaran utang pemerintah bulan lalu tercatat lebih besar jika dibandingkan dengan akhir Desember 2022 yang disebutkan sebesar Rp7.733,9 triliun atau 39,57 persen dari PDB.

“(Jumlah utang) Masih jauh di bawah batas undang-undang sebesar 60 persen PDB,” kata Kemenkeu dalam risalahnya, Senin, 27 Februari.

Risalah itu menjabarkan selama periode Desember 2022 ke Januari 2023, penguatan (apresiasi) nilai rupiah terhadap berbagai mata uang asing (USD, EUR, JPY) turut berkontribusi menurunkan posisi utang pemerintah dalam valuta asing .

“Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” sebut laporan Kementerian Keuangan.

Berdasarkan mata uang, utang pemerintah berdenominasi rupiah mendominasi dengan proporsi 71,45 persen.

Hal ini sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.

“Kebijakan ini dilakukan dengan koordinasi dan kerja sama yang erat bersama Bank Indonesia dalam rangka menghadapi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri, sehingga risiko nilai tukar lebih terjaga,” tegasnya.

Adapun, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,90 persen.

Secara terperinci, SBN domestik yang disebar pemerintah mencapai Rp5.519,2 triliun. Sementara SBN dalam valuta asing (valas) sebesar Rp1.375 triliun.

Sementara itu, utang dalam bentuk pinjaman dalam negeri Rp21,6 triliun dan pinjaman luar negeri Rp838,9 triliun.

“Pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid akan mendukung peningkatan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang. SBN memiliki fungsi strategis bagi sistem keuangan, terutama karena sifatnya yang aman (bebas risiko),” sebut Kemenkeu.