Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah terus memantau dan memperhatikan kondisi global terhadap rencana pelepasan surat utang negara (SUN), utamanya yang berdenominasi valuta asing.

“Kementerian keuangan terus melakukan adopsi strategi pembiayaan utang yang sifatnya opportunistic dan fleksibel namun tetap berfokus pada prinsip kehati-hatian. Jadi dua faktor ini sangat dibutuhkan pada saat melihat kondisi market yang sangat dinamis,” ujarnya melalui saluran daring pada Rabu, 2 Februari.

Menurut Menkeu, salah satu yang menjadi pokok perhatian adalah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve. Diungkapkan oleh dia jika sinyal The Fed untuk menaikan suku bunga (fed fund rate/FFR) sangat jelas di tahun ini. Terlebih, level FFR sudah cukup lama berada pada posisi landai yang kemudian didorong oleh faktor inflasi yang tinggi.

“Seluruh negara-negara, terutama negara maju dengan level dan kecepatan pemulihan ekonomi mereka dan ditambah inflasi, akan melakukan normalisasi strategi secara lebih cepat. Maka dari itu bisa menimbulkan dampak spillover,” tuturnya.

Menkeu menambahkan, pemerintah terus mendesain agar realisasi pembiayaan tahun ini dapat dieksekusi secara hati-hati, seimbang dengan instrumen utang lain, serta sesuai amanat Undang-Undang APBN.

“Untuk adanya exit strategi, termasuk The Fed yang berencana menaikan fed fund rate tentu menimbulkan dampak. Jadi kita harus melihat timing dan juga bagaimana kesempatan kita untuk menerbitkan SUN di level global, termasuk mempertimbangkan faktor dalam negeri juga,” sambung dia.

Menkeu memastikan bahwa penerbitan utang tidak hanya mengacu pada satu valuta asing tertentu, tetapi juga mencakup euro maupun yen Jepang.

“Kita kalibrasi mengenai optimalisasi dari komposisi dari utang dalam mata uang asing versus domestic issuant. Disini perkembangan kondisi market akan menentukan timing-nya maupun size-nya yang tepat,” tegas dia.

Sebagai informasi, porsi kepemilikan surat utang oleh asing terus mengalami penurunan. Hal ini cukup baik untuk stabilitas perekonomian nasional karena dapat meredam pengaruh negatif saat terjadi capital outflow.

Dalam laporan APBN Kita edisi Januari 2022 diketahui bahwa total utang utang pemerintah hingga akhir Desember 2021 tercatat sebesar Rp6.908,87 triliun atau 41 persen dari PDB.

Dari jumlah tersebut, Rp6.090,31 triliun diantaranya dalam bentuk SUN. Adapun, porsi SUN valas sebesar Rp1.267,44 triliun, atau jauh lebih sedikit dari SUN domestik yang sebesar Rp4.822,87 triliun.

“Penerbitan (SUN) valas ini dengan melihat window of opportunity yang paling tepat, dan diharapkan memberikan dampak pada stabilitas kita dengan biaya serta risiko yang dapat dikelola secara baik,” tutup Menkeu Sri Mulyani.