Utang RI Dihantui Pembengkakan Bunga, Pemerintah Fokus Kelola Risiko Biaya Dana
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengakui bahwa tren kenaikan suku bunga diyakini masih akan terus berlanjut hingga beberapa waktu ke depan. Menurut dia, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap biaya dana (cost of fund) atas utang yang dimiliki pemerintah.

“Memang kalau dilihat ada kecenderungan kenaikan cost of fund yang merupakan satu keniscayaan,” ujarnya saat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Jumat, 25 November.

Menurut Luky, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi pembiayaan yang bakalan dioptimalkan pada 2023 demi menjaga struktur keuangan negara tetap sehat.

“Kami akan melakukan pembiayaan berdasarkan strategi oportunistik, fleksibel sekaligus pruden,” tegas dia.

Luky menjelaskan, pemerintah menyediakan bantalan anggaran melalui pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) yang cukup besar dari 2022. Dia mengklaim hal tersebut akan cukup membantu seiring dengan mandatori defisit fiskal di bawah 3 persen tahun depan.

“Dengan demikian kebutuhan pembiayaan pun akan menurun, sehingga dengan cost of fund yang tinggi ini maka akan bagus jika kita mengurangi penerbitan surat berharga negara (SBN),” tuturnya.

Anak buah Sri Mulyani itu mengungkapkan pula pemerintah akan meningkatkan kerja sama dengan lembaga development partners, baik secara bilateral maupun multilateral, demi mendapatkan dukungan interest rate yang lebih baik.

“Ini mungkin support dari Bank Dunia, Asian Development Bank dan sebagainya untuk bisa membantu pembiayaan,” imbuhnya.

“Kami juga terus melakukan pendalaman pasar, khususnya untuk sisi ritel, yang bermanfaat memperluas basis investor domestik yang cenderung lebih stabil dalam menghadapi kondisi market di tengah situasi bergejolak,” sambung Luky.

Dalam catatan VOI, nilai utang pemerintah berdasarkan publikasi terakhir adalah sebesar Rp7.420,4 triliun di September 2022. Angka tersebut setara dengan 39,3 persen produk domestik bruto (PDB).

Bukuan ini sekaligus menjadi yang tertinggi dalam empat bulan terakhir setelah konsisten menanjak dari Mei sebesar Rp7.002,24 triliun. Lalu, Juni sebesar Rp7.123,62 triliun, Juli sebesar Rp7.163,1 triliun dan Agustus sebesar Rp7.236,6 triliun.

Adapun, ketetapan utang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat 3 yang mengamanatkan batas maksimal utang adalah 60 persen dari PDB.

Asal tahu saja, Indonesia setidaknya membayar bunga senilai Rp317,8 triliun pada 2020 atau 19,4 persen dari total pendapatan negara di periode itu.

Malahan jumlah bunga utang yang harus disetor pemerintah melesat jadi Rp405,9 triliun untuk periode 2022. Angka itu setara dengan 17 persen pendapatan APBN sesuai dengan Perpres 98/2022.