JAKARTA – Satu lagi kebijakan pemerintah yang memantik kontroversi. Pemberian alat memasak berbasis listrik (AML), dalam hal ini rice cooker, untuk kalangan menengah ke bawah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan akan membagikan 500.000 unit AML atau rice cooker secara cuma-cuma dan itu penting untuk dilakukan.
Kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, penggunaan rice cooker di masyarakat berpotensi membantu negara dalam mengurangi impor LPG yang setiap tahunnya membebani keuangan negara. Alasan lainnya adalah untuk menyelesaikan masalah kelebihan pasokan (over supply) listrik PLN yang disebut-sebut sebagai tujuan utama pemberian bantuan.
Sebagai informasi, data Kementerian ESDM menyebutkan pemberian 500.000 rice cooker berpotensi meningkatkan konsumsi listrik sekitar 140 gigawatt hour (GWh) setara dengan kapasitas pembangkitan 20 Megawatt. Sementara itu, PLN diperkirakan memiliki kelebihan daya listrik hingga 7,4 GW atau 7.400 MW di tahun ini.
Kebijakan yang Aneh
Penyediaan rice cooker oleh Kementerian ESDM ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik Bagi Rumah Tangga.
Peraturan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 26 September 2023 dan mulai berlaku saat tanggal diundangkan, 2 Oktober 2023.
Meski tidak disebutkan spesifik aturan ini terkait penyediaan rice cooker, namun yang pasti dalam Pasal 1 Permen ESDM No.11 tahun 2023 ini disebutkan bahwa "Alat Memasak Berbasis Listrik yang selanjutnya disebut AML adalah pemanfaat tenaga listrik untuk memasak yang berfungsi untuk menanak nasi, menghangatkan makanan, dan mengukus makanan."
Program rice cooker gratis ini akan ditargetkan pada pelanggan PLN atau PLN Batam berdaya 450 VA, 900 VA, dan 1.300 VA yang berdomisili di daerah tersedia listrik 24 jam menyala. Syarat lainnya bagi penerima bantuan adalah rumah tangga tersebut tidak memiliki AML.
Gagasan pemerintah melalui Kementerian ESDM untuk memberikan rice cooker gratis ini menjadi sorotan, termasuk dari pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiasyah. Ia mempertanyakan urgensi pemerintah memberikan rice cooker gratis kepada masyarakat.
Menurutnya, pemerintah telah menerapkan kebijakan yang aneh. Alih-alih memberikan AML gratis, Trubus menilai pemerintah seharusnya memberikan subsidi yang lebih tepat, yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
“Ini kebijakan yang aneh, kebijakan yang tidak tepat. Apa urgensinya sehingga pemerintah memberikan rice cooker gratis?” kata Trubus saat dihubungi VOI.
“Saat ini harga meras makin mahal, makin tidak terjangkau. Yang paling dibutuhkan masyarakat adalah beras murah, serta pangan yang murah. Masyarakat kita seharusnya disubsidi dengan harga pangan yang terjangkau,” imbuhnya.
Ia juga menilai ini sebagai cara pemerintah untuk 'memaksa' masyarakatnya menaikkan daya listrik, terutama untuk rumah-rumah dengan daya 450 Watt yang masih disubsidi.
"Bukan tidak mungkin ini cara pemerintah kepada masyarakat agar menaikkan daya listrik, atau bahkan hapus listrik 450 watt. Karena subsidi ini dianggap berat," jelasnya.
Tidak Selesaikan Masalah
Kritik serupa juga dilontarkan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia tidak melihat pembagian rice cooker gratis untuk masyarakat miskin dan rentan miskin adalah jawaban dari dua permasalahan yang dilontarkan Kemen ESDM.
“Ini adalah program yang tidak masuk akal. Pembagian AML ini kan sasarannya adalah rumah tangga miskin dan rentan miskin. Pertanyaannya apa yang mau dimasak pakai rice cooker gratis kalau berasnya saja harganya mahal?” ujar Bhima kepada VOI.
“Bantuan AML ini adalah pemborosan anggaran. Masalah yang dihadapi adalah krisis beras, tapi malah diberi alat masak listrik,” cetusnya.
Bhima menambahkan, dengan wacana kebijakan ini pemerintah terkesan ingin menyelesaikan masalah oversupply listrik melalui cara yang tidak tepat dan signifikan.
“Kalau konteksnya adalah untuk menyerap kelebihan pasokan listrik, terutama di Jawa Bali, maka solusinya adalah penutupan dini PLTU batu bara, bukan dengan membantu mendorong transisi alat masak listrik,” Bhima menambahkan.
Bhima juga menegaskan bahwa pemberian AML secara gratis justru ujung-ujungnya hanya memberatkan masyarakat miskin. Karena, mereka harus menyiapkan dana untuk biaya perawatan jika sewaktu-waktu alat tersebut rusak.
Daripada berupaya mengganti subsidi gas LPG 3 kg dengan pemberian AML gratis pada rakyat miskin dan rentan miskin, Bhima mendorong pemerintah justru melakukan pengetatan subsidi gas LPG 3 kg yang masih digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke atas.
“Jadi sebenarnya ini tidak menyelesaikan masalah apa pun, dari sisi transisi energi juga tidak tepat karena jusru menambah beban pengeluaran baru bagi rumah tangga miskin, meski awalnya diberikan secara cuma-cuma. Sejak awal ini adalah kebijakan yang konyol,” kata Bhima lagi.
“Jadi banyak kebijakan yang seharusnya bisa diselesaikan di hulu tapi sekarang pemerintah menyelesaikan masalah kecil di hilir,” tandasnya.
Hal lainnya yang menjadi sorotan adalah mengenai anggaran yang disediakan pemerintah guna melanggengkan program bagi-bagi rice cooker gratis ini.
BACA JUGA:
Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah menyiapkan Rp 347,5 miliar untuk pembagian rice cooker gratis yang menyasar ke 500.000 rumah tangga di Indonesia.
"Anggaran yang disiapkan untuk program peningkatan konsumsi listrik masyarakat melalui AML sebesar Rp 347,5 miliar untuk 500.000 rumah tangga," ungkapnya.
Dengan anggaran tersebut, berarti harga satu unit rice cooker yang akan dibagikan pemerintah adalah Rp695.000. Harga yang cukup mahal untuk satu unit rice cooker standar.
Apalagi, dituturkan Menteri ESDM Arifin Tasrif, rice cooker gratis yang dibagikan pemerintah diharapkan berasal dari produsen dalam negeri, contohnya adalah produksi dari PT Maspion.
Menurut pantauan, harga rice cooker merk Maspion dengan tipe standar di e-commerce dibanderol paling murah Rp219.640 sampai yang termahal seharga Rp393.300. Sementara konsumsi listrik yang dibutuhkan paling sedikit 300 watt.