Bagikan:

JAKARTA - Komisi VII DPR berharap program Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan membagikan penggunaan alat masak berbasis listrik (AML) atau rice cooker, sejalan dengan upaya transisi energi. Pembagian rice cooker gratis pun dinilai harus dibarengi dengan program lain agar capaiannya lebih efektif.

"Beberapa masalah perlu diatasi agar program ini berjalan efektif dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pemerintah perlu mempertimbangkan kebutuhan dan keberagaman karakteristik penerima manfaat agar program menjadi tepat guna," kata Wakil Ketua Komis VII DPR RI, Eddy Soeparno, Rabu 18 Oktober.

Seperti diketahui, Kementerian ESDM akan membagikan 500 ribu rice cooker ke masyarakat dalam waktu dekat. Program tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik Bagi Rumah Tangga.

Adapun tujuan dari bagi-bagi rice cooker gratis adalah untuk menghemat LPG sekitar 29 juta kilogram (kg) atau setara 9,7 juta tabung 3 kg. Program juga diharapkan dapat menurunkan biaya memasak sebagian warga yang sebelumnya menggunakan LPG.

Langkah ini pun ditempuh sebagai upaya untuk menekan impor LPG atau Liquefied Petroleum Gas yang semakin tinggi setiap tahunnya. Eddy menilai program pembagian rice cooker gratis juga akan mendorong pengoptimalan pasokan listrik mengingat ada kelebihan pasokan listrik di tanah air.

“Program ini bisa mendorong kemandirian energi dan membantu konsumsi listrik yang lebih merata. Karena saat ini kita masih kelebihan pasokan sekitar 6,5 GW,” tuturnya.

Berdasarkan data PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), terjadi kelebihan pasokan listrik sebesar 7 gigawatt (GW) hingga akhir 2022. Di Pulau Jawa sendiri, kelebihan pasokan listrik disebabkan permintaan listrik pada tahun lalu hanya di kisaran 1,2 GW hingga 1,3 GW jauh dari yang telah disediakan.

Terlepas dari hal tersebut, Eddy mendorong agar pembagian rice cooker gratis juga menjadi langkah Pemerintah dalam mendukung upaya transisi energi. Apalagi saat ini Pemerintah tengah membuat Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru yang tidak mengandalkan baru bara.

“Indonesia memiliki target-target green economy. Sebaiknya program-program yang dikeluarkan Pemerintah juga harus mendukung upaya tersebut,” terangnya.

“Misalnya agar pembagian rice cooker ini sejalan dengan program transisi energi, penggunaan pasokan listrik harus memanfaatkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) seperti sistem pembangkit listrik tenaga air (PLTA), atau memanfaatkam potensi energi surya dan angin,” lanjut Eddy.

Dengan begitu, Komisi di DPR yang membindangi urusan energi ini berharap setiap program Pemerintah dapat mendukung langkah transisi energi sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Eddy mengingatkan, langkah transisi energi yang merupakan agenda dunia harus mendapat dukungan dari semua pihak.

“Semakin banyak kebijakan yang mendukung energi terbarukan, termasuk pengoptimalisasi target penyediaan pasokan listrik, kita harapkan dapat mengurangi dampak perubahan iklim," sebut Legislator dari Dapil Jawa Barat III tersebut.

Program rice cooker gratis sendiri diperuntukkan bagi rumah tangga dengan daya listrik kecil. Komisi VIII DPR berharap Pemerintah betul-betul melakukan pengawasan ketat dalam proses distribusi pembagian bantuan sehingga kelompok masyarakat penerima manfaat merupakan pihak yang berhak. 

“Harus diingat bahwa hanya masyarakat yang selama ini masuk dalam kategori penerima subsidi LPG yang berhak menerima program pembagian rice cooker gratis,” ungkap Eddy.

"Yang perlu dipastikan adalah pendataan terhadap penerima, jangan sampai terjadi perubahan paradigma di masyarakat terkait program rice cooker gratis ini," sambungnya.

Kementerian ESDM menargetkan rumah tangga penerima rice cooker adalah pelanggan PLN atau PLN Batam berdaya 450 VA sampai dengan 1.300 VA yang berdomisili di daerah tersedia listrik 24 jam menyala.

Untuk itu, Eddy meminta Pemerintah memastikan infrastruktur listrik bagi masyarakat dapat menunjang adanya program rice cooker gratis. Terutama infrastruktur di daerah.

"Program ini tidak cocok bagi masyarakat yang daerahnya masih kesulitan pasokan listrik. Sementara di kota-kota besar, rata-rata masyarakat memang sudah menggunakan rice cooker. Jadi harus dipertimbangkan ketepatan dari penerima manfaat,” ujar Eddy.

Ditambahkannya, Pemerintah harus membuat program yang dapat diserap oleh seluruh kalangan masyarakat. Dengan begitu, kata Eddy, anggaran yang dialokasikan untuk mensejahterakan rakyat dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan mereka.

"Program yang dicanangkan oleh Kementerian ESDM ini memiliki potensi besar untuk mengurangi konsumsi LPG. Namun, kesuksesannya tergantung pada bagaimana program ini diimplementasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan," paparnya.

“Dibutuhkan juga adanya program pendukung seperti penyediaan infrastruktur listrik yang merata di seluruh daerah demi menunjang agar program tersebut efisien dan dapat digunakan oleh seluruh penerima bantuan,” imbuh Eddy.

Eddy juga meminta agar setiap program yang dibuat Pemerintah melalui kementerian dan lembaga dapat disosialisasikan dengan baik kepada publik agar masyarakat dapat memahami manfaat dari program yang diberikan.

“Dengan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai masalah dan dengan keterlibatan aktif dari semua pihak terkait, program-program yang dibuat Pemerintah dapat menjadi langkah positif menuju penggunaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan di Indonesia," pungkasnya.