Supaya Orang Indonesia Tak Terkesan Kampungan tapi Juga Tidak Sok Asing, Terapkanlah Trigatra Bangun Bahasa
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) di Bali, Senin (20/3/2023). (Antara/HO-Kemendikbudristek)

Bagikan:

JAKARTA – Belum lama ini video yang menampilkan bocah bertanya menggunakan Bahasa Inggris kepada orang-orang yang ditemuinya di pusat perbelanjaan viral di media sosial.

Diketahui bocah tersebut bernama Nawid Yosufi. Konten kreator berusia delapan tahun ini sering mengunggah aktivitasnya bertanya secara acak kepada orang yang ditemuinya di mall ke dalam akun TikToknya dan Instagramnya, @nawid_yosufi15.

Apa yang ditanyakan Nawid hanya hal sederhana. Contohnya adalah soal kabar, usia, nama, pekerjaan, sampai soal impian bertemu artis. Namun video yang dibuat Nawid ternyata disukai masyarakat.

Sudah jutaan penonton yang menyaksikan video Nawid mewawancara orang secara random. Sebagian besar memuji keberanian dan bagaimana Nawid cukup fasih berbahasa Inggris.

Manfaat Menerapkan Bilingual pada Anak

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Menurut sejumlah pakar, fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Karena itulah, bahasa termasuk salah satu hal utama yang dipelajari manusia sejak kecil.

Melalui bahasa, seseorang dapat mempelajari kebiasaan, adat istiadat, dan kebudayaan. Menurut penelitian, peranan bahasa bagi anak usia dini di antaranya sebagai sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan sarana agar anak mampu membaca dan menulis. Melalui bahasa inilah, seseorang dapat menyampaikan keinginan dan pendapatnya kepada orang lain.

Melansir Badan Pengembangan Bahasa dan Pembinaan Bahasa, anak memperoleh bahasa secara tidak langsung dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pemerolehan ini dilakukan dengan cara belajar mengucapkan beberapa kata melalui proses peniruan (mimikri).

Pada anak-anak, bahasa yang dipelajari untuk pertama kali adalah bahasa yang sesuai dengan apa yang digunakan di lingkungan terkecilnya, yaitu keluarga atau yang sering disebut dengan bahasa ibu.

Tapi seiring perkembangan zaman serta pengaruh teknologi dalam beberapa tahun ke belakang, tidak jarang anak-anak menggunakan dua bahasa atau bilingual sejak dini. Hal inilah yang kita lihat pada sosok Nawid. Nawid hanya satu dari sekian banyak anak yang fasih berbahasa Inggris, yang bukan bahasa ibunya.

Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di SDN 11 Grogol, Jakarta Barat, Kamis (12/10/2023). (Antara/Walda Marsion/sgd/foc)

Berkat perkembangan teknologi, mempelajari bahasa asing, utamanya bahasa Inggris, menjadi lebih mudah. Paparan bahasa Inggris dari lingkungan, tontonan, maupun bacaraan yang semakin besar mempermudah anak untuk mempelajari bahasa tersebut. Ini masih ditambah kemudahan akses dari video YouTube, salah satu medium favorit untuk belajar bahasa asing secara otodidak.

Menurut Psikolog Anak dan Remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mempelajari lebih dari satu bahasa berguna untuk perkembangan otak anak.

“Belajar bahasa lain membuat area otak yang terlibat dalam fungsi bahasa menjadi lebih berkembang, jringan sel otak menjadi lebih kuat dan adaptif terhadap hal-hal baru,” kata Vera, dikutip Antara.

Vera menambahkan, hal ini juga berdampak pada kemampuan-kemampuan lain seperti kemampuan belakar, komunikasi, dan sosialisasi. Mempelajari lebih dari satu bahasa juga mampu menajamkan fungsi kognitif serta mengembangkan kreativitas.

Trigatra Bangun Bahasa

Di tengah tuntutan penggunaan bahasa asing untuk bisa bersaing secara global, bahasa daerah Indonesia berada di ujung tanduk. Bahasa daerah di Indonesia saat ini tengah berjuang keras untuk tidak makin tergerus oleh semakin maraknya penutur bahasa asing.

Seperti yang pernah diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Imam Budi Utomo, sikap negatif penutur bahasa daerah menjadi salah satu faktor bahasa daerah terancam punah. Bahasa daerah dianggap tidak keren, tidak bernilai ekonomi, serta identik dengan kesan ‘orang desa’.

“Sikap negatif inilah yang menyebabkan bahasa daerah di Indonesia terancam punah,” kata Imam kepada VOI.

Berdasarkan data situasi kebahasaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenbudristek), Indonesia memiliki 718 bahasa daerah atau dialek yang tersebar di 2.560 daerah pengamatan.

Sebagai upaya memperlambah kepunahan bahasa daerah di Indonesia, Kemenbudristek melalui Badan Pengembangan Pendidikan Pembinaan Bahasa menggalakkan program revitalisasi bahasa daerah.

Trigatra Bangun Bahasa. (Istimewa)

Program revitalisasi bahasa daerah ini menyasar generasi muda, anak usia setingkat SD, SMP, dan SMA, serta komunitas pencinta bahasa.

Tapi seperti yang telah disinggung sebelumnya, Bahasa Inggris memainkan peran penting di era 4.0, karena bahasa ini adalah bahasa internasional yang digunakan dalam komunikasi global di berbagai bidang, termasuk teknologi dan bisnis.

Kita kemudian dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, kita butuh mempelajari bahasa asing supaya tidak tertinggal di kancah internasional. Tapi di sisi lain, bahasa daerah juga wajib dilestarikan supaya terhindar dari ancaman kepunahan.

Imam menegaskan, dalam rangka globalisasi dan menjadi bagian dari masyarakat dunia, orang Indonesia diharapkan mampu menguasai bahasa asing, apakah itu Bahasa Inggris, Bahasa Arab, atau bahasa asing lainnya. Namun penguasaan bahasa asing tentu saja tidak serta merta menggeser kemampuan berbahasa daerah, apalagi bahasa Indonesia.

“Badan Bahasa mengusung Trigatra Bangun Bahasa, yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing,” ucap Imam lagi.

“Trigatra tersebut diturunkan dari semangat butir ketiga Sumpah Pemuda, yakni ‘menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia’. Makna menjunjung berarti menempatkan bahasa Indonesia pada posisi tertinggi. Dengan demikian, bahasa daerah dan bahasa asing boleh digunakan, tetapi berada di bawah posisi bahasa Indonesia.”

Dengan Trigatra Bangun Bahasa, masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda, dapat menggunakan bahasa asing dan bahasa daerah seiring sejalan. Dengan demikian, generasi muda tetap memberikan kontribusi besar dalam pelestarian bahasa daerah dan budaya bangsa, namun tetap tidak tertinggal di tengah arus globalisasi.

Terkait