Bagikan:

JAKARTA - Perang antara Hamas dan Israel pecah akhir pekan lalu, setelah pasukan paramiliter Palestina itu menembakkan ribuan roket ke Israel. Dikabarkan Reuters, 5.000 roket ditembakkan dari jalur Gaza ke Israel pada Sabtu (7/10/2023).

Kementerian Kesehatan Israel mengklaim setidaknya 779 orang terluka dan dibawa ke rumah sakit. Serangan Hamas sekarang ini merupakan krisis terbesar di wilayah tersebut sejak pertempuran 10 hari pada tahun 2021. Bahkan ini disebut sebagai pertumpahan darah terburuk dalam 75 tahun konflik.

Ketegangan antara Israel dan Hamas sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya. Namun serangan Hamas pada Sabtu kemarin terjadi tanpa peringatan.

Foto yang diambil pada 17 April 2022 menunjukkan pasukan Jihad Islam Hamas memasuki terowongan yang menghubungkan Gaza dengan wilayah luar. (AFP/Mahmud Hams)

Pengamat menilai serangan tersebut telah direncanakan dengan matang oleh Hamas. Di sisi lain, Israel dianggap gagal mengantisipasi rencana serangan oleh militan Palestina.

"Tentu saja ada persiapan, karena sistem pertahanan dan keamanan Israel dikenal ketat dan mutakhir. Pagar pembatas yang mereka bangun dilengkapi kamera pemantau 24 jam dan dilengkapi sensor gerak," ujar pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf kepada VOI, Senin 9 Oktober.

"Tapi keberhasilan pasukan Hamas dan Jihad Islam lewat serangan darat, laut dan udara menunjukkan kebobolan intelijen dan sistem pertahanan Israel," urainya.

Deklarasi Balfour

Apa yang terjadi di Palestina saat ini juga terjadi sejak puluhan tahun lalu. Palestina dan Israel. Satu tanah, dua nama. Palestina dan Israel memang tak memiliki hubungan yang harmonis sejak puluhan tahun lalu. Konflik terjadi karena kedua negara tersebut mengklaim satu wilayah yang sama, yaitu Palestina.

Jika merujuk ke belakang, sengketa Palestina Israel ini dilatarbelakangi Deklarasi Balfour. Deklarasi Balfour adalah pernyataan terbuka yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris pada 1917 saat Perang Dunia Pertama.

Balfour diambil dari nama Menteri Luar Negeri Inggris (1916-1919), Lord Arthur Balfour, yang menulis surat terbuka tersebut kepada Lord Rothschild, yang merupakan pemimpin komunitas Yahudi Inggris.

Isi Deklarasi Balfour, yang hanya berisi tiga paragraph dengan 76 kata, adalah bentuk dukungan Kerajaan Inggris Raya kepada ideologi Zionisme untuk mendirikan tanah air nasional bagi orang Yahudi di Palestina.

Arthur Balfour dan surat permohonan deklarasi yang ditujukan kepada Lord Lionel Walter Rothschild pada 2 NOvember 1917. (myjewishlearning.com)

Deklarasi Balfour dibuat sebagai strategi politik tersembunyi untuk memenangkan Perang Dunia I. Inggris mengharapkan dukungan politik dan finansial dari komunitas Yahudi dalam melawan Blok Sentral pada Perang Dunia I.  

Singkatnya, perilisan Deklarasi Balfour inilah yang melegimitasi migrasi besar-besaran kaum Yahudi ke tanah Palestina. Deklarasi Balfour memuluskan jalan Zionis mencaplok wilayah Palestina menjadi Tanah Israel bagi orang Yahudi.

Dikutip Al Jazeera, Deklarasi Balfour dianggap sebagai salah satu dokumen paling kontroversial dalam sejarah dunia Arab. Tidak hanya itu, dokumen ini juga telah membingungkan para sejarawan selama beberapa dekade.

Kisah selanjutnya seperti yang kita ketahui sekarang. Setelah Inggris memfasilitasi imigrasi Yahudi ke Palestina, antara kurun waktu 1922 sampai 1935 populasi Yahudi di Palestina meningkat. Dari hanya 9 persen, jumlah warga Yahudi naik hingga hampir 27 persen dari total penduduk.

Al Nakba atau Malapetaka

Pada 1939 Inggris menyadari telah membuat kesalahan dan mereka menyerahkan perkara Palestina ke PBB. Delapan tahun berselang, PBB memutuskan wilayah Palestina dibagi menjadi dua negara terpisah, yaitu bangsa Yahudi dan bangsa Arab Palestina. Sementara itu, Yerusalem ditetapkan dalam status pengawasan internasional.

Pengaturan ini diterima oleh kalangan pemimpin Yahudi. Tapi di sisi lain, bangsa Arab menolak dan sampai sekarang tidak pernah diterapkan.

Keputusan PBB pada 1947 tidak juga menyelesaikan masalah. Situasi antara Palestina dan Israel memanas. Akhirnya pada 1948 penguasa Inggris mengakhiri mandat di Palestina dan mereka angkat kaki, namun para pemuka Yahudi tetap tinggal dan malah mendeklarasikan negara Israel.

Warga Palestina mencari korban dekat reruntuhan bangunan yang terkena serangan roket Israel di Khan Younis, selatan Jalur Gaza, Rabu (11/10/2023). (Antara/Reuters/Ibraheem Abu Mustafa/foc)

Deklarasi sepihak ini ditolak oleh warga Palestina hingga menimbulkan perang. Pasukan militer Zionis mengusir setidaknya 750.000 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka serta merebut 78 persen wilayah bersejarah Palestina, demikian dikutip Al Jazeera. Sisanya yang sebesar 22 persen dibagi menjadi wilayah yang sekarang menjadi Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang terkepung.

Oleh warga Palestina di seluruh dunia, peristiwa ini kemudian disebut dengan Al Nakba atau Malapetaka dan diperingati setiap tanggal 15 Mei tiap tahunnya.

Hingga saat ini, setelah satu abad lebih sejak Deklarasi Balfour, pencaplokan lahan terus berlanjut. Ini menciptakan gelombangan pengusiran massal, pembunuhan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Belum ada titik terang dari konflik berkepanjangan yang melibatkan Palestina dan Israel.