JAKARTA - Hari ini, 2 November lebih dari seabad lalu atau pada 1917, Inggris menyatakan dukungannya untuk pembangunan rumah-rumah bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Konsesi yang menjadi cikal bakal Deklarasi Balfour itu dianggap banyak menguntungkan orang-orang Yahudi tapi mengorbankan masyarakat Palestina.
Dukungan Inggris tersebut tercetus dalam sebuah surat yang dibuat Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Lionel Walter Rothschild, seorang pemimpin komunitas Anglo-Yahudi. Dukungan itu lantas menjadi perdebatan.
Pernyataan yang ada di Deklarasi Balfour bertentangan dengan Perjanjian Sykes-Picot --sebuah konvensi rahasia antara Inggris dan Prancis-- dan Korespondensi Ḥusayn-McMahon --pertukaran surat antara komisaris tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon dan Ḥusayn ibnʿAlī. Singkatnya, selisih paham antara perjanjian tersebut pada gilirannya menimbulkan pertentangan.
Mengutip Britannica, Senin 2 November, Deklarasi Balfour dikeluarkan melalui upaya lanjutan dari Chaim Weizmann dan Nahum Sokolow, yang merupakan para pemimpin Zionis di London. Namun saat itu Deklarasi Balfour dianggap tidak memenuhi harapan kaum Zionis yang meminta rekonstitusi Palestina sebagai "rumah nasional" Yahudi. Dalam deklarasi itu secara khusus menetapkan: tidak boleh melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina.
Namun, deklarasi tersebut tidak menyebutkan hak politik atau nasional masing-masing komunitas. Sehingga Deklarasi Balfour membangkitkan harapan di antara Zionis dan tampaknya memenuhi tujuan Organisasi Zionis Dunia.
Pemerintah Inggris berharap Deklarasi Balfour mengumpulkan opini Yahudi, terutama di Amerika Serikat ke pihak Sekutu melawan Kekuatan Sentral selama Perang Dunia I (1914–1918). Mereka juga berharap bahwa pemukiman penduduk Yahudi pro-Inggris di Palestina dapat membantu melindungi pendekatan Inggris ke Terusan Suez di negara tetangga Mesir dan dengan demikian memastikan jalur komunikasi penting ke jajahan Inggris di India.
Mengorbankan Palestina
Deklarasi Balfour didukung oleh kekuatan utama Sekutu dan dimasukan dalam Mandat Inggris atas Palestina. Mandat tersebut secara resmi disetujui oleh Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk pada 24 Juli 1922.
Pada Mei 1939, pemerintah Inggris sempat mengubah kebijakannya atas pendudukan orang-orang Yahudi dengan membatasi 75.000 imigran dan akan mengakhiri imigrasi pada 1944, kecuali penduduk Arab Palestina di wilayah tersebut tak keberatan. Namun Zionis mengutuk kebijakan tersebut, dan menuduh Inggris lebih menyukai orang Arab.
Meski kebijakan itu sempat diperdebatkan sampai pecahnya Perang Dunia II, tapi pada akhirnya, orang-orang Yahudi berhasil mendirikan Negara Israel pada 1948. Mandat Inggris menjadi tiket orang Yahudi untuk membangun negara sendiri, sekaligus mengorbankan orang Arab Palestina.
Mengutip Al Jazeera, Deklarasi Balfour secara luas dipandang sebagai penyebab Nakba Palestina 1948 yaitu ketika kelompok bersenjata Zionis, yang dilatih oleh Inggris secara paksa mengusir lebih dari 750.000 warga Palestina dari tanah air mereka. Meskipun beberapa oposisi sudah memprediksi hal seperti itu mungkin terjadi, pemerintah Inggris berkeras untuk mengeluarkan deklarasi tersebut.
Sulit untuk tak menganggap Deklarasi Balfour menciptakan kondisi Yahudi mendapatkan keunggulan di Palestina. Kelompok minoritas ini juga berhasil membangun negara untuk bangsa mereka sendiri dengan mengorbankan masyarakat Palestina.