Desak Teheran untuk Kembali ke Kesepakatan Nuklir 2015, Menlu AS: Tergantung pada Keseriusan Iran
Ilustrasi misil milik Iran. (Wikimedia Commons/Tasnim News Agency)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joe Biden mengatakan pada Hari Minggu, Amerika Serikat (AS) 'terus menderita' dari keputusan mantan Presiden Donald Trump, untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran.

"Kami terus menderita dari keputusan yang sangat buruk yang dibuat Presiden Trump untuk menarik diri dari JCPOA," ujar Presiden Biden kepada wartawan konferensi pers KTT G20 di Roma, menggunakan akronim untuk nama resmi perjanjian nuklir, Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), melansir CNN 1 November.

Kesepakatan nuklir Iran ditinggalkan oleh AS di bawah pemerintahan Donald Trump. Pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan di Wina ditangguhkan pada akhir Juni, setelah enam putaran antara Iran, China, Jerman, Prancis, Rusia, Inggris dan secara tidak langsung dengan Amerika Serikat.

Pemerintahan Presiden Joe Biden telah berjanji untuk memasuki kembali kesepakatan itu, tetapi negosiator Presiden telah dihadapkan dengan pembicaraan dan keputusan yang sulit tentang bagaimana melakukannya.

Pada saat yang sama, Iran mulai memperkaya uranium lagi setelah pemerintahan Trump menarik AS keluar dari kesepakatan dan menjadi lebih agresif di Timur Tengah, karena kepemimpinan baru garis keras telah naik ke tampuk kekuasaan dan milisi yang didukung Iran terus menyerang pasukan Amerika.

Sumber di Washington mengatakan kepada CNN, ada perdebatan yang sedang berlangsung dalam Pemerintahan Presiden Biden, tentang bagaimana melanjutkan dan seberapa besar untuk meningkatkan tekanan pada Iran, dengan beberapa sumber percaya AS dan sekutunya sekarang lebih bersedia untuk mengenakan biaya yang lebih tinggi pada Iran karena gagal.

Ketika ditanya Hari Minggu, apakah pemerintahannya akan merespons jika Iran meluncurkan serangan pesawat tak berawak atau membuat provokasi lain, Presiden Biden menjawab: "Kami akan terus merespons."

Terpisah, Menlu AS Antony Blinken menyebut Washington tengah dalam langkah kunci dengan Inggris, Jerman dan Prancis, untuk mengembalikan Iran pada Kesepakatan Nuklir 2015. Ini dinyatakannya kemarin, sehari setelah Amerika Serikat, Jerman, Prancis dan Inggris mendesak Iran untuk melanjutkan kepatuhan pada Kesepakatan Nuklir 2015.

"Itu benar-benar tergantung pada apakah Iran serius melakukan itu. Semua negara kami, bekerja sama dengan Rusia dan China, sangat yakin bahwa itu akan menjadi jalan terbaik ke depan," ujarnya mengenai kembalinya Iran ke kesepakatan bersama, mengutip Reuters.

Kesepakatan nuklir bukan satu-satunya titik pertikaian antara Iran dan Amerika Serikat. Pada Hari Jumat, Amerika Serikat mengeluarkan sanksi baru terhadap Iran, terkait dengan program pesawat tak berawak Korps Pengawal Revolusi Islam Iran yang dikatakan mengancam stabilitas regional.

Para pemimpin Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Jerman, yang berharap dapat membujuk Teheran untuk menghentikan pengayaan uranium ke tingkat yang mendekati tingkat senjata, mengatakan pada Hari Sabtu keinginan akan solusi yang dinegosiasikan.

"Tapi kami belum tahu apakah Iran bersedia kembali untuk terlibat dalam cara yang berarti. Tetapi jika tidak, jika tidak, maka kita bersama-sama mencari semua opsi yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini," sebut Blinken.

Menteri luar negeri Iran mengatakan secara terpisah pada Hari Minggu, jika Amerika Serikat serius untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan kekuatan dunia, Presiden Biden hanya perlu mengeluarkan "perintah eksekutif," lapor surat kabar milik negara Iran.

"Sudah cukup bagi Pesiden Biden untuk mengeluarkan perintah eksekutif besok dan mereka (AS), mengumumkan bahwa mereka bergabung kembali dengan pakta dari titik di mana pendahulunya meninggalkan kesepakatan," jelas Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian.

"Jika ada keinginan serius di Washington untuk kembali ke kesepakatan, tidak perlu semua negosiasi ini sama sekali," sambungnya.