Presiden Ebrahim Raisi: Kalau Serius Pulihkan Kesepakatan Nuklir, Cabut Sanksi Iran
Presiden Iran Ebrahim Raisi. (Wikimedia Commons/Fars Media Corporation/Ali Abak)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi menegaskan, keseriusan Amerika Serikat dalam pembicaraan mendatang untuk memulihkan Kesepakatan Nuklir 2015, berarti mencabut sanksi terhadap Iran.

Dalam wawancara larut malam yang disiarkan oleh televisi pemerintah, Presiden Raisi mengatakan Iran serius dan berkomitmen untuk kembali ke Wina melanjutkan pembicaraan unuk memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), kendati waktunya belum ditetukan.

"Bagi pihak lain, kesiapan untuk mencabut sanksi bisa menjadi tanda keseriusannya," sebut Presiden Ebrahim Raisi, mengutip Al Jazeera 18 Oktober.

Presiden Raisi melanjutkan, ketika Enrique Mora, perwakilan utama Uni Eropa untuk pembicaraan Wina, melakukan perjalanan ke Teheran Kamis lalu untuk berdiskusi, dia diberitahu hal yang sama.

"Republik Islam serius dalam hal ini. Kami juga harus melihat keseriusan di sisi lain," tegas Presiden Raisi.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan awal bulan ini, pihaknya tidak memiliki prasyarat untuk kembali ke meja perundingan Kesepakatan Nuklir 2015. Mora sendiri memimpin delegasi yang mengadakan pembicaraan dengan Ali Bagheri Kani, wakil menteri luar negeri baru Iran untuk urusan politik dan negosiator nuklir utamanya.

Setelah pertemuan itu, para pejabat Iran mengatakan pembicaraan itu 'positif dan konstruktif', dengan mereka akan melanjutkan di Brussel dalam waktu dua minggu.

Tetapi, ketika Iran mengatakan akan kembali ke ibu kota Austria segera dan masih meninjau catatan enam putaran negosiasi yang berakhir pada Juni, Amerika Serikat dan Uni Eropa terus mendorong Iran untuk berkomitmen pada tanggal kembali.

Senin kemarin, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, "Kami menjelaskan kepada Iran, waktu tidak ada di pihak mereka dan lebih baik kembali ke meja perundingan dengan cepat."

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan, tantangan dan hambatan yang tersisa setelah enam putaran pembicaraan perlu didiskusikan dengan pejabat Uni Eropa di Brussels sebelum kembali ke Wina.

Terpisah, dalam sebuah unggahan di Twitter akhir pekan lalu, Mikhail Ulyanov, negosiator utama Rusia untuk Wina mengatakan, pembicaraan di Brussels dapat dilihat sebagai langkah persiapan menuju dimulainya kembali negosiasi nyata di Wina dan bukan sebagai pengganti.

Untuk diketahui, Amerika Serikat sepihak meninggalkan JCPOA pada tahun 2018, memberlakukan gelombang sanksi yang memasukkan daftar hitam seluruh sistem keuangan Iran sebagai bagian dari kampanye 'tekanan maksimum' yang dilakukan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump.

Sebagai tanggapan, Iran memulai kembali aspek program nuklirnya dan sekarang lebih maju dari sebelumnya dengan pengayaan uranium mencapai kemurnian 60 persen.