Pemulihan Kesepakatan Nuklir 2015, Presiden Iran Raisi: Bergantung pada Penghentian Penyelidikan Jejak Uranium di Situs yang Tidak Diumumkan
Presiden Iran Ebrahim Raisi. (Wikimedia Commons/Fars Media Corporation/Ali Abak)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, upaya pemulihan kembali Kesepakatan Nuklir 2015 bergantung pada penghentikan penyelidikan PBB, terhadap jejak uranium di situs yang tidak diumumkan.

Komentar seputar kesepakatan yang bernama resmi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) itu, disampaikan Presiden Raisi dalam pidato Hari Senin, menandai setahun kepemimpinannya.

Iran diperkirakan akan menanggapi dalam beberapa hari mendatang tanggapan Amerika Serikat (AS), mengenai 'proposal final' yang diajukan oleh Uni Eropa, untuk memulihkan kesepakatan tersebut. Sementara, pembicaraan tidak langsung sudah dilakukan sejak tahun lalu.

Sementara beberapa masalah tampaknya diselesaikan, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas nuklir PBB, sedang mencari penjelasan dari Teheran terkait jejak uranium buatan manusia yang ditemukan di situs-situs yang tidak termasuk dalam fasilitas nuklir yang dilaporkan.

"Tanpa penyelesaian masalah perlindungan, berbicara tentang kesepakatan tidak ada artinya," ujar Presiden Raisi, menggunakan terminologi dari perjanjian Iran dengan IAEA sebagai anggota Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, dilansir dari The National News 30 Agustus.

"Kami bersikeras pada verifikasi dan langkah-langkah membangun kepercayaan selama negosiasi. Kami juga menekankan resolusi penuh dari masalah perlindungan," sambungnya.

fasilitas nuklir iran
Fasilitas nuklir Bushehr milik Iran. (Wikimedia Commons/Tasnim News Agency/Hossein Heidarpour)

Presiden Raisi menegaskan, Iran tidak berniat memproduksi senjata nuklir, yang menjadi tujuan Kesepakatan Nuklir 2015, mengendalikan program nuklir negara itu, dengan imbalan pencabutan sanksi.

"Kami telah menyatakan berulang kali, bahwa senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam doktrin nuklir kami," tegasnya.

Upaya untuk memulihkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015, yang ditinggalkan oleh AS di bawah Presiden Donald Trump pada tahun 2018, memasuki fase terakhir dengan Iran tengah membahas tanggapan Negeri Paman Sam.

Ada sejumlah poin yang mencuat, termasuk desakan Iran agar pasukan elite Korps Pengawal Revolusi (IRGC) dihapus dari daftar kelompok teroris AS. Washington mengatakan Iran telah membatalkan permintaan ini.

Sebagai bagian dari kesepakatan, AS akan menghapus sanksi yang dijatuhkan pada Iran oleh Donald Trump, setelah AS menarik diri dari JPCOA.

Presiden Raisi mengatakan, sanksi AS yang ditujukan pada ekonomi Iran telah "jatuh datar", jaringan berita milik negara PressTV melaporkan.

"Kami tidak mengenali batasan apa pun untuk diri kami sendiri dalam hal ini," katanya.

Lebih jauh, Presiden Raisi juga membalas klaim bahwa Iran telah menjadi terasing dalam beberapa tahun terakhir, sebagai akibat dari pembatasan AS.

"Tingkat interaksi kita dengan negara-negara kawasan meningkat hingga lima kali lipat," tukasnya.

"Ekspor minyak kita berada dalam keadaan di mana kita merasa harus melakukan yang terbaik dan terus mengekspor komoditas minyak dan non-minyak," ungkap Presiden Raisi.

Terpisah, kantor berita negara Iran Nour News, yang selaras dengan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi negara itu, mengatakan tinjauan Iran atas komentar AS tentang perjanjian yang dihidupkan kembali akan memakan waktu setidaknya hingga Jumat mendatang.