JAKARTA - Penasihat Negara Myanmar yang digulingkan dalam kudeta militer 1 Februari Aung San Suu Kyi, meminta majelis hakim untuk mengurangi jadwal persidangan karena kesehatannya yang kurang, sebut sang pengacara, namun meyakinkan publik tidak ada kekhawatiran mengenai kondisinya.
Suu Kyi, yang diadili dan menghadiri sesi pengadilan dalam berbagai kasus sejak dia digulingkan, meminta persidangan dalam setiap kasus ditangani setiap dua minggu, tidak setiap minggu, kata kepala pengacara Khin Maung Zaw kepada media.
Ditanya oleh Reuters tentang status kesehatannya, dia mengatakan Aung San Suu Kyi (76), menderita kelelahan dari jadwalnya yang sibuk dan tidak ada indikasi penyakit.
"Dia lelah. Di usianya, tidak nyaman duduk untuk audiensi setiap hari sepanjang minggu," kata Khin Maung Zaw melalui telepon, dikutip 4 Oktober.
"Dia tidak memiliki penyakit atau penyakit tertentu. Ini bukan situasi yang mengkhawatirkan. Dia hanya lelah," sambungnya.
Kesehatan peraih Nobel Perdamaian Tahun 1991 ini diawasi dengan ketat di Myanmar, di mana ia menghabiskan bertahun-tahun hidupnya dalam tahanan karena menantang penguasa militer.
Dia didakwa rezim militer Myanmar dengan serangkaian pelanggaran, termasuk melanggar protokol virus corona, mengimpor secara ilegal dan memiliki radio komunikasi portabel dua arah, menghasut untuk menimbulkan alarm publik dan melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi.
Kasus-kasus tersebut sedang ditangani oleh pengadilan di beberapa kota dan pendukungnya takut akan banyak kasus hukum, yang mereka anggap tidak masuk akal, dapat mengikatnya dalam proses selama bertahun-tahun.
Suu Kyi juga dituduh di pengadilan oleh seorang mantan politisi menerima suap besar dan emas batangan, tuduhan yang dia katakan pada hari Senin kepada pengadilan "semuanya tidak masuk akal", menurut pengacaranya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, bulan lalu Aung San Suu Kyi tidak dapat hadir untuk satu sesi di pengadilan, mengeluh merasa pusing dan tidak sehat, yang oleh tim hukumnya disebut akibat mabuk perjalanan.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.