Intimidasi Taiwan, China Kerahkan 24 Jet Tempur hingga Pesawat Pembom ke Zona Identifikasi Pertahanan
Ilustrasi jet tempur China dalam formasi terbang. (Wikimedia Commons/N509FZ)

Bagikan:

JAKARTA - Taiwan menuduh China melakukan 'intimidasi' setelah Beijing mengirim total 24 pesawat tempur ke zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ), serangan terbesar ketiga dalam dua tahun terakhir.

Pesawat Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), termasuk pembom, jet tempur, pesawat anti-kapal selam dan pesawat peringatan dini dan kontrol udara, memasuki ADIZ Taiwan dalam dua kelompok, masing-masing 19 dan 5 pesawat.

Sebuah peta yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Taiwan menunjukkan beberapa pesawat tempur China, termasuk pembom H-6, terbang di sekitar bagian selatan Taiwan dan mengarah ke timur pulau itu.

Sebagai tanggapan, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan peringatan radio dikeluarkan dan sistem rudal pertahanan udara dikerahkan untuk memantau aktivitas tersebut, mengutip CNN 24 September.

Serangan itu tidak melanggar wilayah udara kedaulatan Taiwan, yang membentang 12 mil laut dari pantainya. Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) mendefinisikan ADIZ sebagai "daerah yang ditunjuk dari wilayah udara di atas tanah atau air, di mana suatu negara memerlukan identifikasi segera dan positif, lokasi dan kontrol lalu lintas udara pesawat untuk kepentingan keamanan nasional negara itu."

Infiltrasi udara itu terjadi sehari setelah Taiwan secara resmi mengajukan aplikasi, untuk bergabung dengan pakta perdagangan bebas Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Kementerian Luar Negeri China mengisyaratkan penentangannya yang kuat terhadap aplikasi Taiwan.

"Kami dengan tegas menentang pertukaran resmi antara negara mana pun dan wilayah Taiwan, dan dengan tegas menentang aksesi Taiwan pada perjanjian atau organisasi apa pun yang bersifat resmi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.

Taiwan dan China daratan telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara lebih dari tujuh dekade lalu, di mana Nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taipei.

Namun, Beijing memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya, meskipun Partai Komunis China tidak pernah memerintah pulau demokratis berpenduduk sekitar 24 juta orang itu.

Kementerian Luar Negeri Taiwan mengulangi hal itu pada Kamis malam setelah penerbangan pesawat tempur PLA.

"Taiwan adalah Taiwan, dan itu bukan bagian dari Republik Rakyat Tiongkok. Republik Rakyat Tiongkok tidak pernah memerintah Taiwan satu hari pun," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Taiwan.

peta wilayah udara
Peta zona identifikasi pertahanan udara. (Wikimedia Commons/Maximilian Dörrbecker)

Taiwan harus dapat membuat pilihannya sendiri dalam hal-hal seperti bergabung dengan perjanjian perdagangan internasional, tambah kementerian itu.

"Pemerintah China hanya ingin menggertak Taiwan di komunitas internasional dan merupakan biang keladi meningkatnya ketegangan dalam hubungan lintas selat," tegas pernyataan itu.

Beijing mengklaim sebaliknya, karena Taipei telah meningkatkan pembelian militer dari Amerika Serikat (AS) dan menerima indikasi dukungan dari Sekutu AS seperti Jepang.

Jepang sendiri, saat merilis buku putih pertahanan tahunan pada Juli lalu menyebut dengan jelas, menstabilkan situasi di sekitar Taiwan penting untuk keamanan Jepang.

Untuk diketahui, jumlah serangan udara harian tertinggi yang dilaporkan oleh Taiwan terjadi pada 15 Juni lalu, ketika 28 pesawat militer China terbang ke ADIZ Taiwan. Sementara pada 12 April, 25 pesawat PLA memasuki ADIZ Taiwan dalam satu hari.

Kendati demikian, sejatinya PLA hampri setiap hari melakukan serangan atau memasuki ADIZ Taiwan. Misalnya, sebelum penerbangan Hari Kamis, ada dua serangan pada Hari Rabu, satu pada Hari Senin, empat pada Hari Minggu dan 10 pada Hari Jumat lalu, menurut Kementerian Pertahanan Taiwan.

Analis mengatakan penerbangan PLA kemungkinan memiliki beberapa tujuan untuk China, keduanya menunjukkan kekuatan PLA kepada audiens domestik, sambil memberikan intelijen dan keterampilan militer China yang akan dibutuhkan dalam potensi konflik yang melibatkan Taiwan.

Dan, Presiden China Xi Jinping telah menolak untuk mengesampingkan kekuatan militer untuk 'menangkap' Taiwan jika perlu.