Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengungkapkan pihaknya masih berhati-hati menyikapi wacana amendemen UUD 1945 yang semakin ramai dibicarakan publik belakangan ini. 

Meskipun wacana ini sudah dilakukan sejak rekomendasi mengubah Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amendemen UUD 1945 diberikan pimpinan periode 2014-2019.

Kehati-hatian itu, kata Arsul, lantaran pada periode 2014-2019 lalu dinamika di MPR RI cukup tinggi tensinya. Di mana hal itu terlihat dari tujuh fraksi ditambah kelompok DPD yang menyetujui PPHN dengan payung hukum TAP MPR.

"Ada tiga fraksi menyetujui PPHN, namun dengan payung UU. MPR periode sekarangpun dan di tengah masyarakat ada perbedaan pendapat soal ini," ujar Arsul, Senin, 7 September.

Meski demikian, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), itu menilai, amendemen UUD 1945 mungkin saja terjadi lantaran perlu diperlakukan sebagai the living constitution.

Hanya saja, kata dia, amendemen UUD 1945 tidak bisa dilakukan jika tidak sesuai keperluan dan atas kehendak masyarakat Indonesia.

"Yang tidak boleh adalah, proses amendemen itu dilakukan dan digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek, apalagi kepentingan politik kelompok tertentu," kata Arsul.

Seperti diketahui, wacana amendemen UUD 1945 semakin ramai menjadi perbincangan publik lantaran diduga menyelipkan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Belakangan muncul skenario pemilu diundur 2-3 tahun karena dalam masa pandemi.