Intelijen Denmark Salah Menilai, Komandan Pasukan di Afghanistan Sudah Melaporkan Potensi Taliban Sejak Juni
Ilustrasi militer Denmark di Afghanistan. (Wikimedia Commons/Hmshare)

Bagikan:

JAKARTA - Dinas intelijen Denmark mengaku salah menilai dan terlalu optimis dengan informasi, analisa dan penilaian seputar kondisi Afghanistan, di mana Taliban tidak diperhitungkan mampu merebut ibu kota Kabul pada tahun ini.

Dalam sebuah pengarahan kepada Parlemen Denmark pada tanggal 9 Agustus, Dinas Intelijen Pertahanan Denmark (FE) memperkirakan relatif tidak mungkin Kabul akan jatuh pada tahun 2021. Kenyataannya, kurang dari seminggu kemudian Taliban berhasil memasuki Kabul, menduduki istana kepresidenan dan membuat Presiden Ashraf Ghani keluar pada 15 Agustus lalu.

"Ada tantangan khusus dalam hal situasi di Afghanistan, karena akses ke informasi telah melemah sebagai akibat dari penarikan koalisi. Namun, kondisi tersebut tidak mengubah fakta bahwa kita harus belajar dari perkembangan tersebut. Tidak mengherankan bahwa Kabul jatuh, tetapi kecepatan terjadinya adalah sesuatu yang kami anggap tidak mungkin," sebut Svend Larsen, penjabat kepala FE dalam pernyataannya, mengutip Sputnik Kamis 26 Agustus.

"Kami mendasarkan evaluasi kami pada intelijen yang kami miliki dari sumber kami sendiri dan mitra internasional, tetapi perkiraan kami terbukti terlalu optimis," tambahnya.

FE berjanji untuk menggunakan pengalaman yang diperoleh dari Afghanistan untuk meningkatkan kinerja internalnya.

taliban
Tentara Taliban usai berhasil menduduki Kabul. (Twitter/@PrimoRadical)

Kendati demikian, pakar pertahanan dan keamanan Denmark menyebut kesalahan itu jarang dan pengakuannya tidak biasa.

"Itu pernah terjadi sebelumnya, tetapi tentu saja tidak biasa dan jarang kesalahan dibuat dengan cara ini, dan juga jarang FE keluar dan mengakuinya," Flemming Splidsboel Hansen, peneliti senior di Danish Institute for International Studies mengatakan kepada Radio Denmark.

Sementara, Thomas Wegener Friis, seorang profesor di University of Southern Denmark, yang berafiliasi dengan Center for War Studies, mengatakan bahwa masalah ini jauh dari biasa”.

"Dan itu secara alami menimbulkan pertanyaan: Siapa yang salah menebak? Apakah para politisi tahu apa yang terjadi dan apakah mereka secara sinis menghitung keruntuhan, atau apakah dinas intelijen salah menebak perkembangannya," kritik Friis.

Terpisah, menurut surat kabar Berlinske, pada Bulan Juni sebuah laporan mingguan dari komandan pasukan Denmark di Afghanistan menggambarkan perkembangan di negara itu 'mengkhawatirkan', menambahkan tentara Afghanistan mendapat tantangan yang kuat oleh Taliban.

tentara denmark
Ilustrasi militer Denmark di Afghanistan. (Wikimedia Commons/Lance Cpl. Bryan Nygaard/U.S. Marine Corps)

Moral tentara Afghanistan juga disebut 'menurun' dan 'mencapai tingkat kritis'. Namun, baik Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Luar Negeri membantah telah menerima laporan tersebut, yang sangat mengejutkan Martin Marcussen, seorang profesor di Departemen Ilmu Politik di Universitas Kopenhagen, yang percaya bahwa ini tidak masuk akal.

Kondisi ini dikritisi dua partai pendukung pemerintah, Partai Rakyat Sosialis dan Partai Sosial Liberal yang menyebut penilaian gagal itu mungkin pada akhirnya menelan korban jiwa, karena menyebabkan evakuasi yang terlambat dari Kabul.

"Ketika kami mendapatkan laporan intelijen yang sangat salah, kami juga mendapatkan evakuasi yang terlambat. Artinya, orang-orang yang harus kita evakuasi berada dalam situasi yang jauh lebih berbahaya, daripada jika mereka dievakuasi pada waktu yang tepat. Ini berpotensi merenggut nyawa manusia dalam situasi berbahaya seperti itu," tutur juru bicara pertahanan Partai Rakyat Sosialis Anne Valentina Berthelsen kepada Radio Denmark.

Pesan yang sama juga digaungkan oleh juru bicara luar negeri Partai Liberal Sosial Martin Lidegaard.

"Kami menganggapnya sangat serius. Mungkin harus mengorbankan nyawa manusia untuk memulai begitu terlambat," tegasnya.

Untuk diketahui, keterlibatan Denmark di Afghanistan dimulai kembali pada tahun 2001, dengan tentara Denmark dikerahkan sejak tahun 2002. Secara keseluruhan, misi Denmark telah menelan biaya jutaan kronor, menderita 43 korban tewas dan lebih dari 210 luka-luka.