Taliban Kuasai Kabul, PM Inggris: Keputusan AS Menarik Pasukan Ikut Mempercepat
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. (Wikimedia Commons/UK Prime Minister's Office)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebut tidak boleh ada pihak yang mengakui Taliban sebagai Pemerintah Afghanistan, serta menyebut penarikan pasukan Amerika Serikat turut memengaruhi jatuhnya Kabul.

Taliban berhasil memasuki Kabul, ibu kota Afghanistan dan menduduki istana kepresidenan, membuat Presiden Ashraf Ghani keluar dari negara itu dengan menggunakan helikopter, Hari Minggu Kemarin.

"Kami tidak ingin siapa pun secara bilateral mengakui Taliban," kata PM Johnson dalam wawancara, mendesak Barat untuk bekerja sama di Afghanistan melalui mekanisme seperti PBB dan NATO, mengutip Reuters Senin 16 Agustus.

"Kami ingin posisi bersatu di antara semua orang yang berpikiran sama, sejauh yang kami bisa dapatkan, sehingga kami melakukan apa pun yang kami bisa untuk mencegah Afghanistan kembali menjadi tempat berkembang biaknya teror," sambungnya, seraya menyebut akan adanya pemerintahan baru di Afghanistan.

Seperti halnya Amerika Serikat hingga Uni Eropa, Inggris juga sudah melakukan langkah-langkah evakuasi staf kedutaan besar dan warganya dari Afghanistan, dengan mengirimkan 600 tentaranya untuk keperluan ini.

"Duta Besar (Inggris) bekerja sepanjang waktu, telah ada di bandara untuk membantu memproses aplikasi," ungkap Johnson.

Ditanya apakah dia menilai Afghanistan jatuh ke tangan Taliban begitu cepat dari perkiraan semula, PM Johnson menjawab:

"Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa keputusan AS untuk menarik pasukan ikut mempercepat banyak hal."

Untuk diketahui, pekan lalu intelijen AS menyebut Taliban dapat mengepung Kabul dalam waktu 30 hari, serta merebut ibu kota Afghanistan itu dalam waktu 90 hari ke depan. Kenyataan, Taliban mampu melakukan hal tersebut jauh lebih cepat.

Terpisah, Rusia mengatakan sebelumnya pada Hari Minggu bahwa mereka belum mengakui gerilyawan Taliban sebagai otoritas sah baru Afghanistan, kantor berita negara RIA melaporkan.