JAKARTA - Kelompok Taliban telah menguasai Ibu Kota Afghanistan, Kabul. Istana Kepresidenan kini juga sudah mereka duduki. Taliban kini mulai membahas struktur pemerintahan baru. Situasi dengan cepat berkembang di Afghanistan dalam beberapa minggu belakangan. Apa yang terjadi?
Juru Bicara Taliban Sohail Shaheen tak menjawab apakah pemerintahan baru nantinya terbuka bagi anggota pemerintahan Afghanistan di bawah Presiden Ashraf Ghani. Meski begitu Shaheen menyampaikan sikap terbuka terkait pelibatan pejabat polisi dan tentara Afghanistan dalam pemerintahan baru.
Semua yang menyerahkan senjata dan bergabung Taliban akan diberi pengampunan, kata Shaheen. Taliban mengincar sejumlah tokoh nasional untuk jadi bagian pemerintahan baru. Ia menjamin pemerintahan baru akan inklusif, dengan tetap melibatkan warga Afghanistan non-Taliban di dalamnya.
"Itu berarti warga Afghanistan lain juga memiliki partisipasi dalam pemerintahan," ungkap Shaheen, dikutip CNN, Minggu, 15 Agustus.
4/4
and assured of his country’s constructive role in this regard. pic.twitter.com/F8RriIDrMX
— Suhail Shaheen. محمد سهیل شاهین (@suhailshaheen1) July 8, 2021
"Saya berpikir tentang pemerintah inklusif di Afghanistan. Ini merupakan tuntutan dan keinginan. Ini juga demi keamanan seluruh penduduk Afghanistan," ungkap Shaheen, dikutip AP, Senin, 16 Agustus.
Taliban di atas angin. Setelah menduduki Kabul, Taliban merebut Istana Kepresidenan pada Minggu, 16 Agustus. Sebelum Kabul, Taliban juga merebut sejumlah kota strategis, seperti Kandahar, Jalalabad, Kandahar, Mizar-i-Shafr, dan banyak kota lain. Beberapa bahkan direbut tanpa perlawanan.
Sebelum mengumumkan rencana membentuk pemerintahan baru, Taliban dilaporkan siap mendeklarasikan kembali Islamic Emirate of Afghanistan, merujuk pernyataan pejabat Taliban yang anonim. Islamic Emirate of Afghanistan adalah negara yang sempat berdiri di bawah Taliban.
Islamic Emirate of Afghanistan digulingkan pasukan Amerika Serikat (AS) pasca-serangan 11 September 2001 (911). Perkembangan lain soal kuasa Taliban di Afghanistan, kelompok ini juga telah menolak usul pembentukan pemerintahan peralihan dan meminta alih kekuasaan secara penuh.
Kok dominasi Taliban bisa berkembang cepat?
Kamis lalu, 12 Agustus, seorang pejabat pertahanan AS membocorkan informasi intelijen yang memprediksi seberapa cepat Taliban dapat merebut Kabul: 90 hari. Hasilnya jauh lebih cepat dari perkiraan. Waktu itu Kabul masih di bawah kuasa militer Afghanistan, memang. Dan pejabat anonim itu masih menyiratkan keyakinan militer Afghanistan dapat menangani Taliban.
"Tapi ini bukan kesimpulan yang sudah pasti," katanya.
Secara teori, pasukan keamanan Afghanistan seharusnya tak semudah ini digulung. Jumlah mereka lebih dari 300 ribu, terdiri dari angkatan darat, udara serta kepolisian. Apalagi mengingat sesumbar para jenderal Inggris dan AS soal peran mereka membangun tentara Afghanistan yang kuat selama 20 tahun keterlibatan mereka dalam konflik di wilayah tersebut.
Tapi ternyata menurut catatan Afghanistan mengalami kesulitan melakukan rekrutmen anggota keamanan. Tentara dan polisi mencatat riwayat buruk soal kematian, desersi, dan korupsi. Yang ketiga jadi krusial. Banyak komandan pasukan dilaporkan mengklaim anggaran untuk membangun pasukan. Padahal sejatinya tak pernah dilakukan. Istilah ini dikenal "tentara hantu."
Dikutip BBC, Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (SIGAR) melapor dampak serius dari korupsi terhadap ketahanan militer Afghanistan ke hadapan Kongres AS. SIGAR juga menyoroti akurasi data tentang pasukan Afghanistan yang bermasalah. Padahal dalam darurat militer data semacam ini amat penting untuk menentukan strategi.
Ada analisis menarik tentang kenapa pasukan militer Afghanistan amat lembek mempertahankan sebuah wilayah. Konon banyak pasukan dikirim ke wilayah, di mana mereka tidak memiliki relasi suku dan kekeluargaan. Kondisi mental seperti ini krusial dan diyakini jadi penyebab kenapa banyak pasukan dengan mudah meninggalkan pos tanpa melakukan perlawanan.
Kekuatan Taliban sendiri diprediksi berjumlah 60 ribu orang, merujuk data Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point. Sisi Taliban juga diperkuat dengan kelompok milisi dan satuan pendukung lain. Maka total pasukan di sisi Taliban diprediksi lebih dari 200 ribu orang. Masalah lain dari sisi Afghanistan adalah perpecahan faksi politik di tingkat lokal.
Presiden Ashraf Ghani sendiri telah meninggalkan Afghanistan. Tak diketahui pasti ke mana ia pergi. Namun kelompok media terkemuka di Afghanistan, Tolo News menyebut Ashraf Ghani pergi ke Tajikistan. Ashraf Ghani juga telah mengakui kemenangan Taliban dan menyatakan menyerahkan tanggung jawab Taliban atas masa depan Afghanistan.
"Taliban telah menang dengan penghakiman pedang dan senjata mereka, dan sekarang bertanggung jawab atas kehormatan, properti dan pertahanan diri warga negara mereka," kata Ghani dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke Facebook mengutip CNA, Minggu, 15 Agustus.
"Mereka sekarang menghadapi ujian sejarah baru. Entah mereka akan mempertahankan nama dan kehormatan Afghanistan atau mereka akan memprioritaskan tempat dan jaringan lain," tambahnya, seraya mengatakan dia pergi untuk mencegah 'banjir pertumpahan darah.'
Warga Afghanistan mengaku kecewa dengan sikap Ashraf Ghani. Ratusan ribu kini mengungsi. Menurut Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres ada 390 ribu orang Afghanistan telah lari mencari perlindungan. Ini jadi lonjakan besar perpindahan orang sejak Mei. Banyak pengungsi hidup di tempat terbuka.
"Meski situasi keamanan memburuk, badan-badan kemanusiaan tetap berada di lokasi dan mengirimkan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, yang jumlahnya mencapai 7,8 juta orang dalam enam bulan pertama tahun ini," kata Dujarric, dilansir Anadolu Agency, Kamis, 12 Agustus.
"Kemampuan PBB dan LSM lokal dan internasional untuk memberikan bantuan tergantung pada birokrasi oleh para pihak, keamanan staf, dan dana tambahan yang segera dimobilisasi," tambah Dujarric.
Bagaimana sih awal perang Afghanistan dan perkembangannya?
Dua puluh tahun lalu, serangan 11 September 2001 (9/11) menewaskan tiga ribu orang. Beberapa pesawat yang dibajak menabrak Gedung World Trade Center (WTC) di New York. Pentagon di Arlington County, Virginia juga jadi sasaran. Pesawat keempat jatuh di lapangan di Pennsylvania. Peristiwa itu jadi garis sejarah penting dalam melihat konflik Afghanistan hari ini.
Pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden dinyatakan bertanggung jawab atas 9/11. Saat itu Taliban langsung ambil posisi melindungi Osama. AS meminta Taliban, yang kala itu menguasai Afghanistan untuk menyerahkan Osama. Namun Taliban menolak. Kemudian AS melancarkan serangan udara terhadap Taliban dan Al Qaeda di Afghanistan satu bulan setelah 9/11.
Dilansir BBC, serangan itu jadi awal perang dua dekade di Afghanistan. Selanjutnya dalam dua bulan AS dan negara koalisi, bersekutu dengan kelompok bersenjata di Afghanistan menggulung Taliban. Kekuasaan Taliban runtuh. Para pengikut melarikan diri ke Pakistan. Meski begitu Taliban tak pernah benar-benar pergi. Dari persembunyian mereka menebar pengaruh.
Taliban membiayai diri lewat hasil pungutan pajak, pertambangan, dan perdagangan narkotika. Pada tahun 2004, pemerintahan baru Afghanistan mengambil alih kuasa. Namun Taliban tak menyerah dengan terus melakukan serangan. Meski begitu perlu dicatat bahwa peperangan di Afghanistan tidak benar-benar dimulai pada masa invasi AS dan koalisi.
Sejak lama Afghanistan dilanda perang. Yang paling signifikan terjadi pada akhir 1970-an, ketika pasukan Uni Soviet menyerbu Afghanistan dalam dukungannya pada pemerintahan yang berhaluan komunis. Kelompok bersenjata, Mujahidin, didukung AS, China, Arab Saudi, dan Pakistan turun ke perang menghadapi pasukan Soviet dan pemerintahan komunis.
Pada 1989, pasukan Soviet pergi meninggalkan Afghanistan. Namun perang tak usai. Afghanistan terjebak dalam perang saudara. Pada masa itulah Taliban menebar pengaruh. Mereka begitu dikenal pada 1990-an. Taliban muncul dengan spirit pemulihan keamanan dan pemberantasan korupsi. Hukum syariah luas diterapkan pada masa itu.
Eksekusi pembunuh dan pezina jadi tontonan publik. Para pencuri diamputasi. Para perempuan diwajibkan mengenakan burka. Sementara kaum pria harus menumbuhkan dan memelihara jenggot. Pada era itu Taliban turut melarang musik, televisi, serta bioskop. Bagi anak-anak, mereka yang perempuan dan berusia lebih dari sepuluh tahun dilarang bersekolah.
Apa sih isi kesepakatan Trump dan Taliban yang pengaruhi situasi ini?
Februari 2020, Presiden AS Donald Trump --kini digantikan Joe Biden-- menandatangani kesepakatan pemulihan perdamaian. Dalam kesepakatan itu dibulatkan bahwa AS dan sekutu sesama NATO menarik seluruh pasukan dari Afghanistan. Sementara kubu Taliban setuju tak membiarkan wilayah yang mereka kuasai jadi area operasi Al Qaeda dan kelompok bersenjata lain.
Kedua pihak juga berjanji saling membebaskan tahanan. Lima ribu milisi Taliban dibebaskan dalam hitungan bulan sejak kesepakatan. AS juga berjanji mencabut sanksi dan berkoordinasi dengan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) soal pencabutan sanksi lain untuk PBB. Dalam kesempatan itu AS berunding langsung dengan Taliban tanpa melibatkan pemerintah Afghanistan.
"Sudah waktunya, setelah bertahun-tahun, untuk memulangkan warga kita," tutur Trump kala itu.
Sesuai kesepakatan, penarikan pasukan AS dan NATO pun dilakukan. Pada Januari 2021, di awal pemerintahannya, Biden sejatinya sempat menunda batas waktu penarikan pasukan AS. Penundaan itu, kata Biden dilakukan untuk peninjauan kebijakan lebih lanjut. Pada April, Biden bulat melanjutkan rencana penarikan pasukan dengan 31 Agustus sebagai tenggat waktunya.
AS sejatinya juga telah mengakui salah perhitungan dalam strategi penarikan pasukan dari Afghanistan. Mereka terkejut Taliban begitu cepat membangun kekuatan penuh dan merebut wilayah-wilayah vital di Afghanistan. Bagaimanapun Biden telah mendeklarasikan mempercepat penarikan 2.500 pasukan tersisa hingga 31 Agustus. Hal ini sempat juga dikritik Trump.
"Jika saya masih jadi presiden, dunia akan melihat penarikan pasukan AS dari Afghanistan akan menjadi langkah yang dilakukan berdasarkan kondisi," tutur Trump, dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Sabtu, 14 Agustus.
AS juga mengakui salah memperkirakan kekuatan militer Afghanistan, yang mereka pikir mampu menangani perlawanan Taliban. "Faktanya kita melihat pasukan itu (Afghanistan) tidak mampu membela negara ... Dan itu terjadi lebih cepat dari yang kami perkirakan," tutur Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dalam sebuah wawancara bersama CNN.
Kini pasukan terakhir dari AS dan NATO telah meninggalkan Pangkalan Udara Bagram, sentra operasi militer yang selama ini mereka duduki. Yang menarik, kepergian itu dilakukan diam-diam, bahkan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Afghanistan.
Meski begitu, menurut AP, AS tetap menyisakan 650 personel militernya di Afghanistan. Pasukan itu bertugas melindungi para diplomat dan menjaga bandara internasional Kabul.
*Baca Informasi lain soal AFGHANISTAN Fauzi Iyabu dan Yudhistira Mahabharata.