Setiap Anak Lahir Tanggung Rp24 Juta Utang Negara: Mendalami Bahaya Pinjaman untuk Kita
Ilustrasi foto (Timur Garifov/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Utang Indonesia membengkak. Pada akhir Juni 2021, utang pemerintah tercatat di angka Rp6.554,56 triliun. Kita tahu itu jumlah besar. Tapi sudahkah kita benar-benar memahami dampak mengerikan utang ini untuk kita? Ungkapan lama bahwa "setiap anak Indonesia yang lahir menanggung utang negara" nyata adanya. Dan jumlahnya tak kecil.

Angka Rp6.554,56 triliun dilengkapi rasio utang terhadap PDB 41,35 persen. Angka itu melonjak dibanding periode sama tahun lalu. Pada akhir Juni 2020, posisi utang pemerintah tercatat Rp5.264 triliun dengan rasio 32,67 persen terhadap PDB. Ada peningkatan 8,68 persen rasio utang terhadap PDB.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan setidaknya ada dua jenis utang: pokok dan bunga. Utang bunga adalah jenis yang wajib dibayar setiap tahun oleh pemerintah. Skema pembayaran utang sendiri ada dua. Pertama lewat pungutan pajak.

"Utang negara yang membayar pemerintah tapi konsekuensinya ke masyarakat melalui pemungutan pajak yang lebih tinggi. Kalau beban pembayaran bunga terlalu besar maka pemerintah akan menargetkan penerimaan pajak dari penduduk," kata Bhima kepada VOI, Kamis, 29 Juli.

Hal ini yang jadi dasar logika "setiap anak Indonesia yang lahir menanggung utang negara." Kita hitung jumlahnya. Indonesia dipastikan masih harus membayar utang hingga 2070 akibat global bond tenor yang jangkanya 50 tahun. Maka, generasi milenial dan gen z dipastikan menanggung utang ini.

Ilustrasi foto (Yannis H/Unsplash)

Generasi milenial atau yang juga sering disebut generasi Y adalah mereka yang lahir di tengah kurun waktu 1980-1995. Sementara gen z adalah penduduk yang lahir di medio 1997-2000. Berapa besaran utang yang harus dibayar? Setiap orang harus menanggung utang sekitar Rp24 juta.

Angka itu didapat dengan membagi jumlah utang per Juni, Rp6.554,56 dengan jumlah penduduk, 271,34 juta jiwa. Dan ini bukan bagian terburuk. Dari waktu ke waktu, utang yang harus dibayar setiap orang bisa jadi terus naik, mengingat cara pemerintah yang menutup utang dengan utang.

Selain pungutan pajak, pemerintah kerap menerbitkan utang baru untuk membayar utang terdahulu. "Gali lubang tutup lubang. Terlihat dari defisit keseimbangan primer," kata Bhima.

Defisit keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang tahunan. "Keseimbangan primer bernilai negatif jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang," Bhima.

Risiko-risiko lain

Masih ada risiko-risiko lain. Jika melihat debt to service ratio (DSR) terhadap penerimaan negara yang telah menyentuh angka 54,5 persen di Juni kemarin, bukan tak mungkin Indonesia mengalami gagal bayar. Jika terjadi gagal bayar, sebuah negara biasanya mengajukan penundaan pembayaran utang.

Menurut Bhima DSR Indonesia sudah terlampau tinggi, mengingat batas DSR bagi negara berkembang adalah 25 persen. "Lebih dari itu bahaya. Tandanya beban bunga utang makin berat. Enggak sesuai dengan kemampuan penerimaan negara," tutur Bhima.

Jika gagal bayar, sebuah negara dapat mengajukan penundaan pembayaran utang. Hal ini pernah dilakukan oleh Argentina yang kemudian masuk ke Paris Club. Risiko nya indonesia bisa dihindari investor. Jadi sulit mendapat pinjaman. "Swasta dan bumn sama-sama cost of fund naik tajam. Seperti Argentina gagal bayar utang akhirnya sulit naik jadi negara maju," Bhima.

Presiden Jokowi (Instagram/@jokowi)

Belum selesai. Risiko terburuk dari utang demi utang yang dicatat pemerintah adalah risiko capital outflow dari tapering off The Fed. Capital outflow adalah keluarnya dana atau modal dari dalam ke luar negeri, baik secara langsung (direct investment) atau tak langsung (indirect investment).

Jika capital outflow dari tapering off The Fed terganggu, pemerintah mau tak mau harus meningkatkan bunga pinjaman untuk tetap bisa menarik investor global. Dengan utang Indonesia terbanyak berbentuk Surat Berharga Negara (SBN), 87,14 persen, Indonesia dipastikan makin terjerumus.

Bunga untuk SBN dengan tenor sepuluh tahun diperkirakan naik hingga 10 persen saat tapering off dilakukan. Tapering off The Fed adalah pengurangan stimulus berupa pembelian surat berharga di pasar surat utang. Artinya makin tiada akhir bagi pelunasan utang Indonesia. Dan semua akan lebih berat

Kondisi utang saat ini

Menkeu Sri Mulyani (Sumber: Setkab)

Selain SBN yang mencapai 87,14 persen atau setara Rp5.711 triliun, komposisi utang Indonesia lain adalah pinjaman luar negeri, yang persentasenya 12 persen atau Rp830 triliun. Pandemi yang memperlambat ekonomi memberi dampak pada peningkatan jumlah utang Indonesia.

Selama Juni bulan lalu, pemerintah telah menandatangani dua perjanjian pinjaman. Pertama, pinjaman dari Agence Francaise de Developpement (AFD) senilai 107 juta dolar AS pada 8 Juni. Pinjaman ini digunakan untuk penelitian sumber daya alam laut di perairan Indonesia.

Kemudian kedua, yang paling banyak, pinjaman dari World Bank sebesar 500 juta dolar AS pada 25 Juni. Pinjaman tersebut untuk mendukung penguatan sistem kesehatan, dukungan berkelanjutan untuk merespon pandemi COVID-19 dan kesiapan pelaksanaan vaksin.

[MEMORI: Asal Muasal Utang Luar Negeri Indonesia]

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang adalah instrumen penyelamatan masyarakat dan ekonomi di masa pandemi. Meski begitu banyak pihak meyakini masih banyak cara lain yang harusnya jadi prioritas pemerintah untuk menutupi persoalan pandemi beserta krisisnya.

Sebagaimana dibahas dalam artikel BERNAS berjudul Kenapa Pilih Berutang? salah satu caranya melalui realokasi anggaran. Per Juni 2021 saja masih ada sisa anggaran lebih sampai Rp136 triliun yang bisa dimanfaatkan. Selain itu sebagian proyek pemerintah juga bisa digeser terlebih dahulu untuk menghadapi pandemi.

Dengan nilai alokasi mencapai 417 triliun, realokasi uang infrastruktur jadi pilihan bagus. Terakhir anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pandemi adalah pemangkasan perjalan dinas, tunjangan dan gaji menteri. Sekarang bertambah lagi, anggaran fasilitas hotel bintang tiga anggota DPR.

*Baca informasi lain tentang UTANG atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin dan Yudhistira Mahabharata.

 

BERNAS Lainnya