Banyak Cara Mengatasi Ekonomi yang Digerus Pandemi, Kenapa Memilih Berutang?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Utang Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menggunung setiap tahunnya. Kali ini menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indonesia kembali berutang demi menyelematkan warga dan ekonomi negara yang tergerus oleh pandemi COVID-19.  Pertanyaannya, apakah berutang adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan perekonomian kita?

Per akhir Juni 2021, seperti dikutip dari laporan APBN KITA posisi utang pemerintah berada di angka Rp6.554,56 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 41,35 persen. Angka ini melonjak dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pada akhir Juni 2020, posisi utang pemerintah tercatat sebesar Rp5.264 triliun dengan rasio 32,67 persen terhadap PDB. Dengan kata lain, ada peninigkatan sebesar 8,68 persen rasio utang pemerintah terhadap PDB tahun ini.

Komposisi utang pemerintah ini paling banyak dalam bentuk Surat Berharga Negara 87,14 persen atau sebesar Rp5.711 triliun. Sedangkan sekitar 12 persennya atau Rp830 triliun berasal dari pinjaman luar negeri.

Memang peningkatan jumlah utang ini terutama disebabkan oleh perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi COVID-19. Namun,  ini menjadi lampu kuning bagi pemerintah untuk terus menjaga ambang batas rasio utang terhadap PDB supaya berada di bawah 60 persen seperti diamanatkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003.

Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Utang pandemi

Selama Juni bulan lalu, pemerintah telah menandatangani dua perjanjian pinjaman. Pertama, pinjaman dari Agence Francaise de Developpement (AFD) senilai 107 juta dolar AS pada 8 Juni. Pinjaman ini digunakan untuk penelitian sumber daya alam laut di perairan Indonesia.

Kemudian kedua, yang paling banyak, pinjaman dari World Bank sebesar 500 juta dolar AS pada 25 Juni. Pinjaman tersebut untuk mendukung penguatan sistem kesehatan, dukungan berkelanjutan untuk merespon pandemi COVID-19, dan kesiapan pelaksanaan vaksin.

Menkeu Sri Mulyani, dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu lalu mengatakan utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelematkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi COVID-19. Untuk itu ia mengatakan apapun akan dilakukan demi tercapainya tujuan tersebut, termasuk dengan berutang.

"Kami di Kemenkeu merespon dengan whatever it takes, apapun kita lakukan untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian Indonesia, dan itu berimplikasi kepada defisit APBN. Kenapa kita harus menambah utang? seolah-olah menambah utang menjadi tujuan, padahal ia merupakan instrumen, whatever it takes untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita," kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, pandemi merupakan tantangan luar biasa yang perlu direspon dengan cara tak biasa juga. "Pandemi adalah extraordinary challanges, dan itu membutuhkan respon kebijakan yang juga extraordinary."

Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Utang bukan solusi tunggal

Apa yang diucapkan Sri Mulyani seperti kontradiktif dengan kebijakannya. Sebab, di tengah situasi krisis pandemi seperti ini, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, pengelolaan keuangan negara masih biasa saja.

"Kurang kreatif cara pemerintah (mengelola keuangan negara). Situasi krisis tapi pengelolaan masih biasa. Padahal sudah dibekali UU No. 2/2020," kata Bhima kepada VOI.

Bhima menjelaskan masih ada pos anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk penanganan pandemi. Per Juni 2021 saja menurutnya, masih ada sisa anggaran lebih sampai Rp136 triliun yang bisa dimanfaatkan. "Itu bisa dimanfaatkan untuk perlindungan sosial lebih besar dan penanganan pandemi."

Selain itu, kata Bhima sebagian proyek pemerintah juga bisa digeser terlebih dahulu untuk menghadapi pandemi. "Pemerintah harusnya tunda proyek infrastruktur yang alokasinya 417 triliun."

Terakhir, masih menurut Bhima, anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pandemi adalah pemangkasan perjalan dinas, tunjangan dan gaji menteri. "Berikutnya pemangkasan perjalanan dinas sampai tunjangan dan gaji menteri hingga pejabat eselon 1," pungkasnya.

*Baca informasi lain tentang UTANG atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya