Bagikan:

JAKARTA – Keputusan pemerintah mengundurkan jadwal pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dikhawatirkan meningkatkan jumlah pengangguran sementara.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB) mengumumkan pengunduran jadwal pengangkatan CPNS dan PPPK hasil seleksi 2024.

Keputusan tersebut diambil Kemen PANRB setelah rapat bersama Komisi II DPR, Rabu (5/3/2025). Pengangkatan CPNS ditunda sampai 1 Oktober 2025, sementara PPPK bakal diangkat pada 1 Maret 2026.

“Pemerintah mengusulkan dilakukan penyesuaian jadwal pengangkatan CASN sebagai pegawai ASN dengan perkiraan pada akhir 2025 atau di awal 2026,” kata Menteri PANRB Rini Widyantini.

Keputusan menunda pengangkatan CPNS tentu membuat para pelamar resah. Apalagi sebagian dari mereka juga sudah terlanjur resign dari pekerjaan sebelumnya sehingga terancam tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan selama berbulan-bulan.

Menteri PANRB Rini Widyantini. (ANTARA/HO-Humas Kementerian PANRB)

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menuturkan, pendapatan masyarakat terancam turun Rp10,4 triliun akibat penundaan pengangkatan CPNS.

 “Artinya, daya beli masyarakat berisiko turun karena pemerintah menciptakan pengangguran semu bagi CPNS,” kata Bhima melalui pesan singkat.

Efek Berantai terhadap Ekonomi

Penundaan pengangkatan CPNS berpotensi meningkatkan sementara angka pengangguran, atau disebut pengangguran semu, terutama bagi mereka yang sudah mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya.

Bhima Yudhistira menuturkan, penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK ini akan menimbulkan efek berantai terhadap ekonomi nasional. Hal ini akan berdampak pada kesejahteraan CPNS secara langsung, daya beli serta keuntungan usaha yang lesu, hingga akhirnya mengganggu kesejahteraan pegawai swasta secara tidak langsung.

Menurut studi CELIOS, akan ada kerugian lebih dari Rp6,76 triliun jika penundaan ini berlanjut sampai Oktober 2025. Angka tersebut didapat jika gaji pokok ASN sebesar Rp3 juta per bulan setelah dikurangi pajak dan ditambah berbagai tunjangan.

Jika penundaan terjadi selama sembilan bulan, dari Maret sampai Oktober, artinya ada potensi pendapatan per orang ASN yang hilang sebesar Rp27 juta.

"Dari sisi total pendapatan ASN yang berpotensi hilang akibat penundaan pengangkatan sebesar Rp6,76 triliun," ungkap Bhima.

Pj Sekretaris Provinsi Malut, Abubakar Abdullah, saatmembuka Pengarahan Persiapan Pemberkasan CPNS tahun 2024 di Aula Nuku, Rabu (15/1/2025). (ANTARA/Abdul Fatah)

Selain itu, pengusaha juga sangat dirugikan karena uang gaji dan tunjangan yang seharusnya bisa dibelanjakan CPNS membeli berbagai produk kebutuhan pokok, perumahan hingga elektronik menjadi potensi kerugian.

Bukan itu saja, hasil simulasi CELIOS juga melihat dampak penundaan pengangkatan CPNS pada sektor tenaga kerja. Diperkirakan akan ada 110 ribu tenaga kerja lainnya yang akan terdampak.

“Sekitar 110 ribu tenaga kerja ini harusnya menikmati manfaat ketika ada perputaran uang dengan pengangkatan CPNS tepat waktu. Tapi karena penundaan, efeknya justru kemungkinan pengurangan 110 ribu tenaga kerja ini,” ujar Bhima.

Akibat keputusan ini, kata Bhima, pemerintah menciptakan pengangguran semu.

"Statusnya CPNS tapi menganggur sembilan bulan. Sebagian sudah resign juga dari pekerjaan sebelumnya. Padahal fungsi pembukaan CPNS itu jaga untuk menyerap tenaga kerja disaat kondisi swasta sedang lesu karena banyak PHK," ujar Bhima.

Dua Masalah Akut

Penundaan pengangkatan CPNS yang sedianya dilakukan Maret 2025 menjadi Oktober 2025 atau Maret 2026 menimbulkan tanda tanya besar. Apa alasan penundaan pengangkatan CPNS hingga sembilan bulan?

Bhima Yudhistira menjelaskan alasannya. Menurutnya, pemerintah sedang mengalami dua masalah akut. Pertama, pembukaan formasi CPNS sebanyak 250.407 posisi dilakukan sebelum masa pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto.

“Artinya, perubahan prioritas program, dan perombakan alokasi belanja pemerintah era Prabowo berdampak signikan terhadap formasi kebutuhan ASN, karena akhirnya mismatch (tidak sesuai) dengan kebutuhan,” ucapnya.

Kedua, efisiensi belanja pemerintah (austerity measures) jadi alasan utama pemerintah menunda pengangkatan CPNS. Dengan target efisiensi belanja APBN sebesar Rp306 triliun (belum termasuk modal Danantara), belanja pegawai menjadi salah satu sasaran penghematan ekstrem.

Efisiensi anggaran yang berdampak pada penundaan pengangkatan CPNS tidak terlepas dari tiga faktor utama; kegagalan penerimaan negara terutama paska Coretax bermasalah dan jatuhnya harga komoditas; pemborosan pembangunan infrastruktur era Jokowi berdampak pada pelebaran defisit APBN; beban utang yang menembus Rp1.350 triliun termasuk utang jatuh tempo dan bunga utang harus dicari dari penghematan.

"Siapa yang dirugikan dari penundaan pengangkatan CPNS? Tentu calon pegawai abdi negara yang sudah berharap, terlanjur resign dari pekerjaan sebelumnya, dikecewakan karena jadi pengangguran semu selama 9 bulan," kata Bhima menyudahi.