Bagikan:

JAKARTA - Belum juga reda kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak jenis (BBM) Pertamax di Pertamina, masyarakat kembali dihebohkan dengan isu MinyaKita yang dikabarkan, isinya tidak sesuai dengan informasi dalam kemasan. Produsen menyunat isi MinyaKita seperti yang sekarang beredar di masyarakat karena harga bahan baku melambung tinggi.

Baru-baru ini jagad media sosial dihebohkan dengan sejumah video mengenai MinyaKita yang dijual di pasaran. Dalam video menunjukkan MinyaKita kemasan satu liter ternyata hanya berisi sekita 750 mililiter setelah dipindahkan ke gelas ukur.

"Hati-hati ya, saya salah satu korban. Beli MinyaKita bertuliskan 1 liter pas dituang cuma 750 ml. Beli dihargai 1 liter," tulis akun Tiktok @miepejuang.

Video tersebut dengan cepat menyebar di masyarakat, yang akhirnya ikut mengukur kembali takaran isi MinyaKita. Hasilnya sama, sejumlah pengguna media sosial mendapati minyak goreng MinyaKita yang dibeli tidak sesuai dengan keterangan dalam kemasan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyaksikan jajarannya melakukan penakaran Minyakita saat melakukan inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025). (ANTARA/Harianto/aa)

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman merespons kegaduhan di media sosial dengan melakukan sidak di Pasar Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ia menemukan bahwa isi kemasan MinyaKita memang tidak sesuai dengan yang tertera di label. Meski demikian, masih ada kemasan lain yang ukurannya sesuai dengan label.

“Volumenya (MinyaKita) tidak sesuai, seharusnya 1 liter tetapi hanya 750 hingga 800 mililiter. Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadan saat kebutuhan bahan pokok meningkat,” ujar Andi Amran.

Harga Bahan Baku Naik

Mentan Andi Amran mendesak agar produsen MinyaKita dipidanakan serta mengancam akan menutup pabrik jika terbukti bersalah. Saat ini, ada tiga badan usaha yang memproduksi MinyaKita yaitu PT Artha Eka Global Asia di Depok, koperasi Kelompok Terpadu Nusantara (KTN) di Kudus, dan PT Runas Agro Indolestari di Tangerang.

“Kami minta untuk diproses dan jika terbukti bersalah, kami minta agar pabrik ini ditutup dan produk mereka disegel,” kata Amran.

Pegiat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan harga MinyaKita di atas HET sebenarnya bukan hal baru. Menurut pengamatannya, fenomena ini sudah terjadi setidaknya sejak pertengahan 2023.

Terkait adanya perusahaan yang diduga bertindak curang dengan menyunat isi MinyaKita, Khudori menilai hal ini terjadi karena biaya pokok produk sudah jauh melampaui HET.

Harga bahan baku minyak goreng sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) dalam negeri selama enam bulan terakhir sekitar Rp15.000 sampai Rp16.000 per kg. harga bahan baku ini jauh lebih tinggi dari hitungan harga CPO yang ditetapkan pemerintah untuk bahan baku MinyaKita, itu Rp13.400 per kg.

Pedagang mengangkut minyak goreng MinyaKita di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. (ANTARA/Andreas Fitri Atmoko/nym/pri)

"Ini baru menghitung bahan baku CPO, belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha," kata Khudori dalam keterangan yang diterima VOI.

Karena itu, produsen MinyaKita tak mampu menutupi selisih biaya produksi tadi. Dan inilah yang membuat produsen MinyaKita melakukan kecurangan di lapangan, termasuk isi volume yang tidak 1 liter sebagaimana yang tertera di label. Dengan tingkat harga CPO saat ini, produsen tidak mampu menjual MinyaKita ke Distributor 1 (D1) maksimal Rp13.500 per liter.

"Pengusaha mana yang kuat jika terus merugi? Usaha mana yang sustain bila harus jual di bawah harga produksi," imbuhnya.

Untuk itu, Khudori menuturkan perlunya koreksi kebijakan dalam merespons kenaikan bahan baku ni. Jika tidak ada koreksi kebijakan, ada dua kemungkinan yang akan terjadi ke depannya. Pertama, produsen menjual MinyaKita sesuai HET tapi mengorbankan kualitas.

“Menyunat isi kemasan bisa dimasukkan dalam konteks ‘mengorbankan kualitas’,” ujarnya.

Kedua, produsen tetap memproduksi MinyaKita sesuai kualitas (termasuk tidak menyunat isi) tetapi menjual dengan harga di atas HET. “Bahwa keduanya berisiko dan melanggar aturan, ya. Tapi kalau aturan yang ada tidak memungkinkan usaha eksis dan sustain tanpa melanggar aturan, yang patut disalahkan pengusaha atau pembuat regulasi? Atau keduanya?”

Memangkas Distribusi

MinyaKita mengalami kenaikan menjadi Rp15.700 per liter yang berlaku sejak 14 Agustus 2024. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024. Keberadaan Permendag ini salah satu tujuannya adalah memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melalui skema wajib pasok pasar domestik (domestic market obligation/DMO).

Pemenuhan DMO merupakan syarat eksportir CPO mendapatkan izin ekspor dari pemerintah dengan rasio tertentu sesuai dinamika pasar. Tapi skema DMO ini memiliki kelemahan, salah satunya adalah tidak mengakomodasi fluktuasi harga CPO sebagai bahan baku minyak goreng.

Ketika harga CPO naik otomatis harga MinyaKita juga naik. Sebaliknya, ketika harga CPO turun, harga MinyaKita di konsumen tidak otomatis turun. Selain itu, beleid ini juga potensial menghambat ekspor dan menurunkan penerimaan negara.

Di lapangan, tak sedikit masyarakat yang membeli MinyaKita dengan harga di atas HET yang telah ditentukan. Oleh karenanya, Khudori menyarankan pemerintah agar memangkas distribusi Minyakita sehingga tidak begitu panjang seperti sekarang. Menurutnya, pemerintah bisa melibatkan BUMN (Bulog dan ID Food) dalam distribusi MinyaKita. 

Pasalnya, distribusi MinyaKita versi pemerintah dinilai terlalu panjang mulai dari dari produsen ke distributor I (D1) dijual seharga Rp13.500/liter, kemudian D1 ke D2 seharga Rp14.000/liter, D2 ke pengecer Rp14.500/liter, dan pengecer ke konsumen Rp15.700/liter.

"Ke depan, pemerintah perlu membuat kebijakan yang tidak mendistorsi harga. Apabila pemerintah mau mensubsidi MinyaKita untuk kelompok miskin/rentan dan UMKM, sebaiknya dilakukan dengan transfer tunai dan uang hanya bisa digunakan untuk membeli Minyakita, tidak bisa dicairkan atau digunakan membeli yang lain," ucap Khudori menyudahi.