JAKARTA – PT Pertamina menjadi sorotan publik menyusul kasus korupsi yang menjerat anak perusahaan mereka yang diduga merugikan negara sampai Rp1 juta miliar.
Kejaksaan Agung (Kejagung) belum lama ini membongkar praktik korupsi yang dilakukan di PT Pertamina Patra Niaga. Praktik korupsi ini terjadi antara 2018 dan 2023.
Terungkapnya kasus ini bermula dari adanya keluhan masyarakat di beberapa daerah mengenai buruknya kualitas produk BBM Pertamax. Berawal dari laporan masyarakat itu, Kejagung melakukan investigasi dan mengumpulkan data.
Menurut alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik, terungkap adanya praktik pengoplosan dalam produksi Pertamax dengan Pertalite atau RON 90.
“Penyidik menemukan bahwa ada RON 90 atau bahkan di bawahnya, yaitu RON 88, yang dicampur dengan RON 92. Jadi, ada praktik blending yang tidak sesuai dengan standar,” jelas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Beberapa pejabat telah ditetapkan sebagai tersangka skandal korupsi Pertamax oplosan ini, termasuk Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Kejagung masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat.
Menyeret Nama Ahok
Untuk mengetahui bagaimana media massa melaporkan kasus ini, Netray memantau pemberitaan media online dari 25 Februari sampai 2 Maret 2025 menggunakan kata kunci ‘pertamax’.
“Hasilnya ditemukan 1033 artikel dari total 68 media. Dalam 5 hari pemantauan pemberitaan terkait korupsi ini begitu masif hingga mencapai ratusan berita per harinya,” demikian laporan Netray.
Puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 27 Februari 2025. Hari itu pemberitaan dipenuhi dengan penangkapan tersangka baru Maya Kusmaya, serta jumlah kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp1 kuadriliun jika dihitung sejak tahun 2018 sampai 2023.
Untuk mengetahui topik yang paling mendominasi media massa, Netray menggunakan fitur top words atau kosakata populer. Nama yang paling banyak dibahas media massa adalah Riva Siahaan, sang Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, yang telah menjabat sejak Juni 2023. Riva diduga berperan mengarahkan pengoplosan bahan bakar minyak jenis Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92).
BACA JUGA:
Pertalite yang telah dibeli ini kemudian di-blending di Storage atau Depo agar menjadi RON 92. Bersama Sani Dinar Saifuddin menjabat sebagai Direktur Optimasi Feedstock & Produk di PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) dan Agus Purwono sebagai Wakil Presiden Manajemen Feedstock di PT KPI diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimasi hilir.
Mereka sengaja mengatur jalannya rapat agar keputusan yang diambil mengarah pada impor minyak mentah dan produk kilang. Selain itu mereka menurunkan produksi di kilang minyak secara sengaja, sehingga kebutuhan minyak mentah dalam negeri tidak terserap. Produksi minyak metah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) pun ikut ditolak dengan alasan tidak memenuhi spesifikasi.
Selain Riva, nama yang banyak dibahas media massa adalah Maya Kusmaya sebagai Direktur Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga juga terseret dalam pusaran kasus ini.
Keduanya diduga membeli bahan bakar dengan RON lebih rendah, tetapi membayarnya seolah-olah setara dengan RON 92, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. Tak hanya itu, mereka juga melakukan blending ilegal, mencampur RON 88 dengan RON 92 di PT Orbit Terminal Merak untuk menghasilkan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik di atas kertas, tetapi tetap tidak sesuai standar.

Yang menarik, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama Pertamina, turut bersuara dalam kasus ini. Ahok kenal Riva Siahaan, bahkan Riva adalah salah satu Direktur Utama yang pernah memicu kemarahannya. Keduanya, menurut Ahok, sempat beberapa kali terlibat friksi.
Salah satu ketegangan antara mereka terjadi ketika Ahok menuntut dihilangkannya transaksi tunai di seluruh SPBU. Ia juga mendorong penggunaan alat pengukur (gauges) digital untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Namun, alih-alih mengikuti arahannya, pihak terkait justru memilih bekerja sama dengan Telkom untuk mengukur kapasitas tangki, padahal ini menelan biaya besar.
Warganet Kesal
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menegaskan produk BBM di terminal Pertamina sudah sesuai dengan RON masing-masing, yaitu Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92. Namun warganet terlanjur murka.
Selain dari media pemberitaan, Netray ingin menjaring opini warganet melalui media sosial TikTok dengan menggunakan kata kunci pertama dan pertalite selama 5 hari kebelakang ditemukan 658 unggahan video dari 635 pengguna. Dari total video yang ada telah diputar sejumlah 121,8 juta kali dan dibagikan ulang sebanyak 561,7 ribu kali.
Kasus ini memicu gelombang reaksi dari warganet, yang ramai mengungkapkan kekesalan mereka melalui video singkat di berbagai platform. Salah satu unggahan yang paling viral datang dari akun @alvinz217, yang menyoroti kemarahan para pengguna Pertamax oplosan yang merasa tertipu.

Dalam videonya, ia menyindir bahwa Pertamax sebenarnya hanya Pertalite dengan jalur fast track. Unggahan ini mendapat 452,5 ribu likes, 5,8 ribu komentar, dan telah dibagikan ulang sebanyak 53,1 ribu kali, menjadikannya salah satu yang paling populer di media sosial.
Bahkan akun Animasi Taarts @taarts_tok, tampak mengunggah dampak menipu dari Ustad Abdul Somad. Ia pun berpendapat sungguh rusak sekali moral para koruptor karena telah memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk menipu. Masyarakat saja tidak bisa membedakan Pertamax dan Pertalite seperti apa.
Sementara itu akun @owner.garasiagan tampak mengeluarkan jokes sarkastik bahwa PERTAMAX adalah PERTALITE yang tidak antri. Akibat dari korupsi Pertamina ini warganet @prajurittepar terlihat melaporkan bahwa kini pom bensin milik swasta yaitu Shell terlihat ramai oleh pembeli. Menurutnya Shell kini berhasil naik daun karena menjaga kualitasnya sejak dulu.