Bagikan:

Kepercayaan adalah mata uang paling berharga dalam bisnis. Sekali dikhianati, nilainya tak mudah dipulihkan. Inilah yang kini terjadi pada Pertamina.

Kejaksaan Agung baru saja mengungkap skandal besar yang menggerus kepercayaan publik. PT Pertamina Patra Niaga diduga mengoplos BBM dengan mencampur Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92), lalu menjualnya dengan harga lebih tinggi. Negara disebut merugi hingga Rp193,7 triliun, tetapi yang lebih tragis, rakyat menjadi korban kebohongan sistematis yang menghancurkan kepercayaan terhadap perusahaan milik negara.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkap bahwa skema ini melibatkan impor minyak mentah berkualitas lebih rendah. Minyak ini diolah dan dijual sebagai Pertamax tanpa peningkatan kualitas yang seharusnya. Tidak hanya itu, markup harga, manipulasi kontrak pengiriman, dan keterlibatan pihak dalam distribusi BBM memperparah skandal ini.

Jika benar praktik ini berlangsung lama, berarti rakyat telah lama dibohongi. Berapa banyak yang sudah membayar lebih untuk BBM berkualitas buruk? Berapa lama kita tertipu tanpa menyadarinya? Ini bukan sekadar permainan angka, tetapi sebuah kejahatan yang mengorbankan kepercayaan publik.

Banyak konsumen memilih Pertamax bukan karena mampu, tetapi karena merasa tidak berhak menikmati BBM bersubsidi. Mereka ingin ikut aturan, tidak ingin merugikan negara. Namun, skandal ini justru menunjukkan bahwa niat baik mereka telah disalahgunakan. Mereka membayar lebih untuk sesuatu yang sebenarnya hanya Pertalite berbungkus Pertamax.

Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, menegaskan bahwa ini bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan bentuk perampokan hak konsumen secara sistematis. Masyarakat yang selama ini patuh justru menjadi korban terbesar. Mereka tertipu dengan harga mahal, padahal kualitas bahan bakarnya lebih rendah dari yang seharusnya.

Keluhan membanjiri media sosial. Pengguna kendaraan merasa mesinnya lebih cepat rusak, konsumsi BBM lebih boros, dan performa kendaraan menurun. Mereka bertanya-tanya, sejak kapan mereka membayar mahal untuk bahan bakar oplosan? Sejak kapan mereka tertipu oleh merek yang seharusnya bisa mereka percaya?

Bensin oplosan bukan sekadar masalah harga. Tarikan mesin jadi berat, emisi meningkat, dan risiko mesin ngelitik makin besar. Bagi pemilik kendaraan, ini berarti biaya perawatan yang melonjak. Skandal ini bukan hanya merampas uang rakyat secara langsung, tetapi juga membuat mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk memperbaiki kendaraan yang seharusnya aman digunakan.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menegaskan bahwa kualitas Pertamax telah sesuai dengan spesifikasi pemerintah. Tetapi, apakah masyarakat masih percaya? Ini bukan kali pertama publik dikhianati. Apalagi yang terlibat direksi.

Kepercayaan yang dikhianati sulit diperbaiki. Dan dalam kasus ini, rakyat sudah cukup banyak menelan kebohongan.

Muncul seruan agar masyarakat menggugat Pertamina melalui class action. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan beberapa anggota DPR mendukung langkah ini. Jika Pertamina terbukti bersalah, mereka harus mengganti kerugian kepada rakyat yang selama ini tertipu.

Pemerintah juga harus bergerak cepat memperketat pengawasan distribusi BBM dan elpiji. Skandal ini tidak boleh berakhir hanya dengan penetapan tersangka. Semua pihak yang terlibat, dari level tertinggi hingga terbawah, harus bertanggung jawab. Tanpa hukuman yang setimpal, skandal serupa bisa terjadi lagi.

Skandal pengoplosan BBM ini bukan sekadar angka triliunan rupiah. Ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat, bentuk penghinaan terhadap kepercayaan publik.

Sekarang, keputusan ada di tangan rakyat. Akan diam saja dan membiarkan skandal ini berlalu begitu saja? Atau menuntut keadilan dengan menggugat mereka yang telah merampas hak dan merusak kepercayaan publik?

Pengkhianatan ini tidak bisa dibiarkan. Kepercayaan yang hancur harus ditebus, dan keadilan harus ditegakkan. Ini bukan sekadar persoalan BBM, tetapi persoalan hak rakyat yang tak boleh diinjak-injak. Dan kasus yang mirip seperti ini bukan yang pertama. Sebelumnya tentu masih ingat kasus emas palsu Antam dengan total 109 ton yang juga melibatkan petinggi Antam. Presiden Prabowo Subianto harus bertindak. Kembalikan kepercayaan rakyat.