Abraham Samad-Bambang Widjojanto Kompak Kritik Firli Bahuri Soal Perjalanan Dinas: Legalkan Gratifikasi!
Ilustrasi-Gedung KPK (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik perubahan aturan soal perjalanan dinas pegawai yang kini ditanggung panitia penyelenggara.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan aturan baru yang diterbitkan oleh Firli Bahuri dkk itu dapat meruntuhkan marwah komisi antirasuah dan dianggap melegalkan gratifikasi. Padahal, selama ini KPK sangat kuat dalam menjaga integritas para pegawainya.

"Perkom (Peraturan Komisi) ini sama sekali sudah melegalkan gratifikasi dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK yang selama ini sangat kuat menjaga integritas insan KPK," kata Abraham kepada wartawan, Senin, 9 Agustus.

Adapun aturan perihal pembiayaan perjalanan dinas ini diatur dalam Peraturan KPK (Perkom) 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Lembaga ini berdalih perubahan dilakukan untuk menyesuaikan status pegawai KPK yang kini menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Abraham, jika Perkom ini dilaksanakan maka Pimpinan KPK sama saja tengah berusaha menghancurkan integritas para pegawainya.

"Diberlakukannya Perkom ini akan membawa KPK pada kehancuran dan kematian dalam pemberantasan korupsi. Jadi yang menghancurkan dan mematikan KPK sebenarnya pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan Perkomnya ini," tegasnya.

Kritik juga datang dari eks Pimpinan KPK Bambang Widjojanto yang mengatakan aturan baru ini telah mengabaikan nilai dan prinsip dalam kode etik. Selain itu, Perkom ini dianggap bernuansa koruptif.

"Ketua KPK melalui Perpim Nomor 6 Tahun 2021 punya indikasi menabrak dan mengabaikan nilai dan prinsip yang ada di dalam etik dan pedoman perilaku KPK. Bahkan mendelegitimasi prinsip independensi institusi serta secara sengaja potensial membangun sikap permisif atas perilaku koruptif," ungkap BW.

Dia juga menganggap peraturan ini berpotensi fraud karena Pasal 2A Perkom Nomor 6 Tahun 2021 hanya bersifat generik. Sehingga rumusan tersebut bisa membuka peluang perilaku koruptif karena dapat menimbulkan modus baru.

"Tidak dijelaskan sama sekali, apa saja komponen biaya dari perjalanan dinas? Perpim KPK tersebut juga tidak mengatur secara rinci, siapa saja pihak yang dapat mengundang, apa dasar kepentingan undangan dan bagaimana melakukan filtering agar tidak menimbulkan benturan kepentingan," jelasnya.

BW lantas meminta Firli Bahuri dkk punya kesadaran untuk memprioritaskan perhatian dalam merumuskan aturan. Termasuk yang berkaitan dengan sikap dan perilakunya pada hubungan, komunikasi, atau pertemuan dengan pihak lain yang berpotensi kuat dapat menimbulkan benturan kepentingan.

"Jauh lebih baik jika Pimpinan KPK melaksanakan program yang direncanakannya sendiri dan/atau memberi prioritas pada program yang ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan KPK ketimbang wira-wiri menghadiri undangan," pungkasnya.