Bagikan:

JAKARTA - Mantan hakim, Asep Iwan Iriawan menyebut sumbangan bodong Rp2 triliun keluarga Akidi Tio tidak memenuhi unsur pidana.

Ia menganggap, kasus ini mirip dengan janji para calon anggota legislatif untuk menggaet suara masyarakat saat pemilu dengan janji-janji yang belum tentu akan ditepati.

"Yang paling gampang, bandingkan dengan anggota dewan saat pileg. Kan saat menjelang pemilihan kan janji gombal semua. Apakah mereka terpenuhi (pasal pidana)? kan tidak terpenuhi juga. Banyak bohongnya. Persis kayak gitu," kata Iwan dalam diskusi virtual, Minggu, 8 Agustus.

Iwan lalu membedah pasal pidana dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) yang terkait dengan kebohongan pada kasus sumbangan Akidi Tio. Jika merujuk pada pasal penipuan, 378, hal itu tidak terpenuhi.

"Kata KUHP kita, itu boleh dipidana pada pasal penipuan, 378, yakni melawan hak, menguntungkan diri sendiri, atau orang lain. Nah, kebohongan itu tidak terpenuhi di tiga unsur itu," ucap dia.

Kemudian, jika merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, kebohongan bisa dijerat pada Pasal 14 dan 15. Dalam pasal tersebut, pidana bisa dijerat pada penyebaran berita bohong yang menyebabkan keonaran.

Pertanyaannya, apakah kasus sumbangan bodong keluarga Akidi Tio menyebabkan keonaran? Iwan menganggap tidak. Bahkan, ia memandang kasus ini bahan lawakan semata.

"Persoalannya, apakah seseorang tadi menyerahkan sesuatu itu menimbulkan keonaran? Tidak. Apa terjadi rusuh, gaduh? Kan belum nampak. Persoalannya kan sekarang jadi lawakan, prank. Yang ada ini jadi bahan tertawaan, kok mau dibohongi," ungkapnya.

Lagipula, Iwan menyebut Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri sebagai penerima sumbangan tersebut bisa menyelidiki terlebih dahulu kebenaran jumlah uang fantastis itu. Sebab, sumbangan diserahkan lewat bilyet giro.

"Ketika bentuk giro bilyet, sebetulnya ada waktu 70 hari untuk ngecek. bisa enggak pemindahbukuan, transaksi, dan pengecekan profil (Akidi Tio). Apakah si penerima udah terima uangnya belum? Yang terjadi kan konferensi pers, selebrasi, sehingga kita seperti di-prank," tutur Iwan.