JAKARTA - Keluarga pengusaha Akidi Tio membuat kehebohan karena sumbangan hibah Rp2 triliun yang viral belakangan ini. Usut punya usut, asal-usul sumbangan itu disebut merupakan keuntungan dari bisnis Akidi Tio di Singapura dan Hong Kong.
"Uang itu hasil usaha Aki dengan partner bisnis di Singapura dan Hong Kong," tulis Dahlan Iskan dikutip dari disway.id, Sabtu, 31 Juli.
Diungkapkan Dahlan, Akidi Tio memiliki aset berupa gedung. Harta Akidi Tio yang berada di Singapura dan Hong Kong itu juga diketahui oleh ketujuh anaknya. Namun, ternyata selain Heryanti yang lainnya putus harapan untuk mencairkan harta-harta tersebut.
"Uang itu tidak akan bisa dicairkan. Kalau toh bisa harus dengan usaha yang luar biasa dan biaya yang besar," ungkap Dahlan.
Dahlan menuturkan, sebenarnya ada cerita khusus bagaimana anak Akidi Tio, Heryanti mengetahui Ayahnya memiliki uang di Singapura dan Hong Kong. "Kelak juga akan saya ceritakan," kata Dahlan.
Dikatakannya, teman terdekat Heryanti yang dihubungi oleh Dahlan pun menceritakan pernah meminjamkan uang sebesar Rp3 miliar kepada Heryanti untuk biaya mencairkan uang Akidi Tio di Singapura dan Hong Kong.
Selain itu, teman Heryanti tersebut juga mengatakan pernah mendampingi Heryanti ke Singapura dan Hong Kong untuk mengurus pencairan uang Akidi Tio. Padahal, uang yang dipinjamkan teman terdekat Heryanti sebesar Rp 3 miliar belum terbayar.
"Dia mendukung penuh Heryanti. Tidak sedikit pun ragu pada kebaikan Heryanti," ungkap Dahlan.
BACA JUGA:
Dia yang memberikan dana hibah Rp2 triliun kepada Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Irjen Eko Indra Heri. Dana hibah itu disebut seharusnya akan cair pada Senin, 2 Agustus 2021. Hal itu juga berdasarkan keterangan dari orang terdekat Heryanti.
Kehebohan sumbangan Rp 2 triliun ini pun berlanjut. Di hari yang sudah dinanti-nanti, Heryanti secara tiba-tiba dipanggil ke Polda Sumatera Selatan. Dia diperiksa perihal sumbangan Rp 2 triliun.
Polda Sumsel mengatakan Heryanti dipanggil untuk menjelaskan permasalahan bilyet giro yang akan digunakan untuk mencarikan sumbangan Rp 2 triliun.
Ratno menyebut, Heriyanti dikenakan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong terkait uang Rp 2 triliun yang akan disumbangkan keluarga Akidi.
Namun, pernyataan Ratno dibantah Kabid Humas Polda Sumsel Supriadi. Dia menyebut, Heryanti diundang ke Mapolda Sumsel untuk dimintai keterangan terkait sumbangan Rp 2 triliun yang belum cair hingga saat ini.
Saat penyerahan sumbangan secara simbolis di Mapolda Sumsel, Senin, 26 Juli, keluarga Akidi berjanji akan mencairkan sumbangan itu pada Senin, 2 Agustus. Tapi, hal itu tidak kunjung terealisasi sehingga polisi meminta keterangan Heriyanti.
"Bilyet giro ini tidak bisa dicairkan karena ada teknis yang diselesaikan. Kita tunggu sampai pukul 14. 00 WIB ternyata belum ada informasi, sehingga kita undang ke Polda Sumsel. Bukan ditangkap," kata Supriadi menambahkan
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku dirinya sejak awal tak yakin dengan sumbangan Rp 2 triliun yang diberikan pihak Akidi Tio. Dia menyebut, modus yang dilakukan pihak Akidi Tio sama dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Menurut Mahfud, apa yang dilakukan pihak Akidi Tio, sama dengan fenomena yang menarik banyak perhatian masyarakat sebelumnya dan hanya bohong belaka.
"Sejak dulu banyak orang yang seperti itu, mengaku mau menyumbang, bisa menggali uang dengan kesaktian secara ajaib, bisa menemukan obat untuk 1.000 penyakit, tapi semua bohong. Saya mendukung Hamid Awaluddin yang tak mau percaya begitu saja dengan sumbangan Rp2 T dari Akidi Tio itu. Makanya saya berbagi pengalaman di cuitan saya itu," ucapnya.
Mahfud bercerita, bahwa pernah ada orang mengaku menemukan harta karun peninggalan Majapahit, namun tak jelas asal-usulnya. Lalu, ada yang menunjukkan sertifikat pengakuan utang miliaran dolar Amerika Serikat (AS) kepada Presiden Sukarno oleh sebuah bank di Swiss bertahun 1962.
Kemudian diminta dicarterkan pesawat dan hotel selama seminggu untuk mencairkan uang itu bersama 5 orang. Namun, setelah dicek bank tersebut tidak ada.
Ada pula, masih menurut cerita Mahfud, yang membawa sekoper uang dolar Amerika Serikat yang per lembarnya bernilai 1.000 dolar, lalu minta tolong dicairkan dalam bentuk rupiah ke BI dan 25 persen akan dihibahkan ke pemerintah. Ketika ditanyakan ke BI, malah ditertawakan karena Amerika Serikat tak pernah mencetak uang dolarnya dengan nilai 1.000.
"Sejak awal saya tak percaya pada berita Akidi Tio itu karena sama modus bohongnya dengan yang sudah-sudah. Saya juga sudah bertanya kepada Gubernur Sumsel Pak Herman Daru. Ternyata gubernur juga hanya diundang seremoni sebagai Forkompimda secara dadakan tapi tak ada penyerahan barang atau dokumen apa pun," katanya.
Dukungan terhadap Awaluddin merupakan pengalaman cerita Mahfud. Pernyataan tersebut untuk mengingatkan masyarakat terhadap sumbangan Akidi Tio.
"Makanya saya mem-posting tulisan Hamid Awaluddin sambil menceritakan pengalaman saya. Itu untuk mengingatkan mereka yang percaya dan bersemangat pada hal yang tak rasional seperti itu," imbuhnya.