Presiden Duterte Pulihkan Perjanjian Penempatan Pasukan, Menhan AS: Memberikan Kepastian untuk Kami
Ilustrasi latihan militer bersama Amerika Serikat dan Filipina. (Wikimedia Commons/U.S. Army/Sgt. 1st Class John Etheridge)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte membuat keputusan mengejutkan, dengan memulihkan perjanjian yang mengatur kehadiran tentara Amerika Serikat (AS) di Filipina, setelah sebelumnya masalah ini membuat tegang kedua negara.

Perjanjian dimaksud adalah The Visiting Forxe Agreement (VFA), mengatur rotasi ribuan tentara AS masuk dan keluar dari Filipina untuk latihan perang dan latihan. Kesepakatan yang penting bagi AS dan sekutunya, di tengah 'persaingan' dengan China.

Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan, dia tidak yakin mengapa Duterte mengubah dirinya sendiri. Namun, keputusan itu keluar setelah bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Manila pada Kamis kemarin.

Harry Roque, juru bicara Presiden Duterte mengatakan, keputusan presiden itu didasarkan pada penegakan kepentingan inti strategis Filipina dan kejelasan posisi AS tentang kewajiban dan komitmennya di bawah MDT (Perjanjian Pertahanan Bersama), mengutip Reuters Jumat 30 Juli.

Keputusan Duterte tidak akan banyak berubah di lapangan, karena pakta tersebut belum difinalisasi tetapi memberikan stabilitas bagi kedua negara.

"Ini memberikan kepastian bagi kami ke depan, kami dapat melakukan perencanaan jangka panjang dan melakukan berbagai jenis latihan," ujar Menteri Austin saat konferensi pers dengan mitranya dari Filipina.

militer filipina as
Ilustrasi latihan militer bersama Amerika Serikat dan Filipina. (Wikimedia Commons/Tech. Sgt. Michael Holzworth)

Sebelumnya, Presiden Duterte bersumpah untuk mengakhiri pakta tersebut setelah Amerika Serikat menolak visa untuk seorang senator Filipina yang merupakan sekutu presiden. Tapi, dia telah berulang kali mendorong kembali tanggal kedaluwarsa, terakhir kali bulan lalu, mempertahankannya hingga akhir tahun.

Untuk diketahui, Filipina adalah sekutu perjanjian AS, dan beberapa perjanjian militer bergantung pada VFA. Sementara bagi Amerika Serikat, memiliki kemampuan untuk merotasi pasukan penting tidak hanya untuk pertahanan Filipina, tetapi secara strategis untuk melawan perilaku asertif China di wilayah tersebut.

"(Keputusan Duterte) membuka kemungkinan signifikan untuk memperkuat aliansi yang sebelumnya tertutup," ujar Greg Poling dari Pusat Studi Strategis dan Internasional.

Kendati demikian, masih ada pihak-pihak yang mempertanyakan kesepakatan ini, terkait dengan ketidakpastian dari posisi Presiden Duterte.

"Beberapa perayaan terlalu dini. (VFA) akan terus berada di bawah ancaman selama Duterte tetap menjadi presiden," kata Aaron Connelly, dari Institut Internasional untuk Studi Strategis.

Kesepakatan ini bisa menguntungkan bagi Filipina dan AS, dengan Manila dan Beijing yang bersengketa atas wilayah perairan di Laut China Selatan. Dengan Amerika Serikat belakangan juga aktif mememeringatkan China mengenai agresivitas di wilayah Indo-Pasifik yang mengkhawatirkan Washington DC.