Bagikan:

JAKARTA - Pengerahan pasukan Korea Utara untuk membantu Rusia di medan perang Ukraina berpotensi memperpanjang konflik yang telah berlangsung selama 2,5 tahun dan menarik pihak lain, kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin.

Sekitar 10.000 pasukan Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia timur, mengenakan seragam Rusia dan membawa peralatan Rusia, kata Menhan Austin, yang menurutnya semakin tampak seperti pengerahan pasukan untuk mendukung operasi tempur Rusia di wilayah Kursk, dekat perbatasan dengan Ukraina.

Pasukan Ukraina melancarkan serangan besar ke Kursk pada bulan Agustus dan menguasai ratusan kilometer persegi wilayah di sana.

Setelah berunding dengan mitranya dari Korea Selatan di Pentagon, Menhan Kim Yong-hyun, Menhan Austin menyebut pengerahan pasukan itu sebagai "eskalasi yang berbahaya dan tidak stabil."

"Itu memang berpotensi memperpanjang konflik atau memperluas konflik," kata Menhan Austin kepada wartawan, melansir Reuters 31 Oktober.

Ketika ditanya apa yang dimaksudnya dengan memperluas konflik, dan apakah negara lain mungkin ikut bertempur, Menhan Austin menanggapi dengan hati-hati: "Itu dapat mendorong negara lain untuk mengambil tindakan, berbagai jenis tindakan. Ada sejumlah hal yang dapat terjadi."

Jika Pyongyang membantu perang Rusia, pasukan Korea Utara dapat menjadi sasaran pasukan Ukraina yang menggunakan senjata yang disediakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya, dan beberapa kemungkinan akan tewas di medan perang, Menhan Austin menambahkan.

"Jika mereka bertempur bersama tentara Rusia, mereka adalah pihak yang berperang bersama, dan kami memiliki banyak alasan untuk percaya mereka akan terbunuh dan terluka sebagai akibatnya," kata Austin.

Korea Selatan sendiri telah memperingatkan, Pyongyang akan belajar pelajaran berharga dari pasukannya yang terlibat dalam pertempuran dan menyaksikan peperangan modern dengan membantu Rusia, dan itu merupakan ancaman militer langsung bagi Korea Selatan.

Berbicara bersama Menhan Austin, Menhan Kim memperingatkan Korea Utara, sebagai imbalan atas pengerahan itu, kemungkinan akan mencari teknologi Rusia pada senjata nuklir taktis, kapal selam rudal balistik, dan rudal balistik antarbenua, atau ICBM.

"Saya yakin ini dapat mengakibatkan meningkatnya ancaman keamanan di semenanjung," kata Menhan Kim.

Seoul sebelumnya mengatakan sedang mempertimbangkan untuk mengirim tim pemantau militer ke Ukraina, guna mengamati dan menganalisis pengerahan pasukan Korea Utara yang diharapkan, sesuatu yang menurut Menhan Kim akan menjadi peluang besar untuk mempelajari lebih lanjut tentang pasukan Korea Utara.

"Jika kita tidak mengirim pengamat atau tim analisis, itu berarti kita tidak menjalankan tugas kita dengan baik," katanya.

Diketahui, perang Ukraina pecah ketika Rusia menginvasi tetangganya pada Februari 2022, sejak itu berkembang menjadi perang gesekan yang sebagian besar terjadi di sepanjang garis depan di Ukraina timur, dengan sejumlah besar korban di kedua belah pihak.

Amerika Serikat mengatakan pengerahan pasukan Korea Utara dapat menjadi bukti lebih lanjut, Presiden Rusia Vladimir Putin mengalami kesulitan mengisi jajaran militer setelah lebih dari 600.000 korban sejauh ini, menurut perkiraan AS.

Menhan Austin mencatat, Pemimpin Kremlin sudah berusaha untuk mengisi kembali persediaan senjatanya dengan beralih ke Korea Utara dan Iran.

"Kita tahu Putin telah melakukan penipuan untuk mendapatkan senjata dari (Korea Utara) dan Iran. Beralih ke negara paria seperti Korea Utara hanya menggarisbawahi betapa besar masalah yang dihadapinya," jelasnya.

Baik Menhan Austin maupun Menhan Kim sama-sama meminta Korea Utara untuk menarik pasukannya. Namun, tidak jelas apakah ada langkah yang dapat diambil Washington atau sekutunya untuk mencegah Pyongyang bergabung dalam perang.

"Ini adalah sesuatu yang akan terus kami awasi, dan kami akan terus bekerja sama dengan sekutu dan mitra untuk mencegah Rusia mengerahkan pasukan ini dalam pertempuran," jelas Menhan Austin.

Terpisah, Presiden Putin tidak membantah keterlibatan pasukan Korea Utara dalam perang tersebut, tetapi mengatakan itu adalah urusan Rusia bagaimana menerapkan perjanjian kemitraan yang ditandatangani olehnya dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Bulan Juni.

Korea Utara sendiri belum mengakui pengerahan pasukan tersebut, tetapi mengatakan jika langkah yang dibicarakan oleh "media dunia" tersebut benar, maka itu akan dilakukan sesuai dengan hukum internasional.