JAKARTA - Jumlah pasukan elite Angkatan Laut (AL) Korea Selatan dari unit anti-pembajakan Cheonghae yang terinfeksi COVID-19, saat berada di kapal perang jenis perusak ROKS Munmu the Great (DDH 976) bertambah.
Mengutip Korea Times, hasil tes baru menemukan 24 kasus infeksi lagi, sehingga total jumlah kasus infeksi pada Jumat 23 Juli menjadi 271 kasus. Kendati demikian, seorang anggota pasukan elite tersebut menepis adanya pelanggaran disiplin yang menyebabkan merebaknya infeksi.
Sebanyak 247 dari 301 anggota unit anti-pembajakan Cheonghae yang tengah berada di kapal perang jenis perusak ROKS Munmu the Great (DDH 976), dinyatakan terinfeksi COVID-19 sehingga harus mengakhiri operasinya di perairan Afrika, untuk dievakuasi ke Korea Selatan.
Seorang anggota unit yang terinfeksi COVID-19 pada Hari Jumat menepis spekulasi, beberapa rekannya menyelinap keluar dari kapal, saat mereka merapat di pelabuhan di Afrika untuk melakukan pengisian ulang logistik, sehingga menyebabkan wabah COVID-19.
Otoritas militer dan kesehatan bekerja untuk menentukan rute pasti infeksi, berdasarkan fakta unit tersebut melaporkan individu pertama yang menunjukkan gejala pilek, satu hari setelah kapal meninggalkan pelabuhan lokal di Afrika pada 1 Juli. Sebelumnya, kapal itu sandar pada 28 Juni.
"Saya pikir tidak mungkin bagi para pelaut untuk meninggalkan kapal dan tinggal di darat (mengingat situasi dan aturan)," kata seorang anggota unit Cheonghae.
"Kami pertama-tama mengira, jika infeksi itu berasal dari barang-barang yang dimuat ke dalam kapal," lanjutnya. Tetapi otoritas kesehatan mengatakan peluang seperti itu cukup rendah.
Saat memuat persediaan, seorang penduduk sipil naik ke kapal perang tersebut, tetapi orang tersebut, serta anggota unit Cheonghae, mengenakan alat pelindung, menurut pejabat.
Militer Korea Selatan mendapat kecaman karena respons awalnya yang buruk terhadap wabah tersebut. Petugas yang pertama kali menunjukkan gejala ternyata hanya diberi obat flu, dan unitnya terlambat melakukan tes COVID-19 sehingga menyebabkan infeksi massal.
Pemerintah juga menuai kritik, karena tidak secara aktif mencari cara untuk menyuntik mereka. Tak satu pun dari mereka telah divaksinasi ketika mereka meninggalkan Korea Selatan pada Bulan Februari, beberapa minggu sebelum negara itu memulai kampanye vaksinasi COVID-19.
Sebelumnya pada hari yang sama, harian lokal JoongAng Ilbo dan Chosun Ilbo, mengutip beberapa anggota unit, melaporkan beberapa pelaut memiliki gejala serius seperti dahak berwarna darah, tetapi mereka hanya diberi resep Tylenol. Koran-koran juga mengutip mereka yang mengatakan kapal perusak itu 'seperti neraka' dan mereka ditinggalkan oleh negara.
BACA JUGA:
Sebagai tanggapan atas peristiwa ini, Kementerian Pertahanan Korea Selatan meluncurkan audit terhadap Kepala Staf Gabungan, Angkatan Laut dan lembaga terkait lainnya pada Kamis 22 Juli kemarin, untuk mencari tahu apa yang menyebabkan klaster infeksi terburuk di militer Korea Selatan ini.