Jalur Tikus Jadi Masalah Baru di Skema Penyekatan PPKM Darurat
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Skema penyekatan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sudah berjalan beberapa hari. Hasil evaluasi, muncul masalah baru yaitu, penggunaan jalur tikus.

Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyo Aji menyebut masalah ini muncul dikarenakan banyak masyarakat yang tak mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Di mana masyarakat sengaja membuka akses jalan tikus dari wilayah perbatasan menuju Jakarta.

"Beberapa kita lihat bahwa sebagian di antara rekan-rekan yang seharusnya membantu kami berusaha untuk mengurangi mobilitas, justru mereka membuka peluang. Seperti buka pintu jalan-jalan kecil," ucap Mayjen Mulyo Aji kepada wartawan di Lenteng Agung, Depok, Selasa, 6 Juli.

Dengan dibukanya akses jalan tikus itu, masyarakat dengan mudah masuk ke Jakarta tanpa harus melewati titik penyekatan. Hal ini berdampak pada tingginya masyarakat yang masuk ke Jakarta.

"Yang kita pusatkan di sini untuk bisa mengurangi kepadatan dan mengurangi mobilitas mereka, akhirnya tetap saja bisa masuk," kata dia.

Karena itu, Pangdam meminta pihak RT dan RW untuk ikut memperingati warga yang membuka akses jalan tikus. Sebab, kesuksesan PPKM Darurat berada di tangan masyarakat.

"Maka dari itu kita perlu memberikan stressing kepada RW, RT, kemudian yang memiliki wilayah di perumahan untuk supaya membantu. Karena ini adalah demi kemanusiaan," tandas Pangdam.

Menambahkan, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyebut aparat gabungan TNI-Polri sudah dikerahkan untuk berjaga di jalan-jalan tikus yang menghubungkan Jakarta dengan daerah penyangga.

Dengan langkah ini maka hanya masyarakat terkualifikasi esensial dan kritikal yang boleh masuk ke Jakarta. "Sekarang sudah ada, Danramil, Kapolsek, Babinsa, Bhabinkamtibmas sudah," ucap Irjen Fadil Imran kepada wartawan, Selasa, 6 Juli.

Meski demikian, peran masyarakat tetap diharapkan untuk membantu kebijakan PPKM Darurat berjalan baik. Masyarakat diminta untuk ikut mengawasi dan menutup jalan-jalan tikus.

"Cuma kan jalan tikus ini kan, namanya juga jalan tikus, kecil-kecil toh, banyak ini lobang tikus ini," kata Fadil.

"Nah kalau hanya mengandalkan aparatur TNI-Polri, saya kira tidak padahal COVID. Karena COVID ini musuh bersama," sambung dia.

Terlebih, RT dan RW pun juga diminta untuk berperan besar. Fadil pun memberi anggapan jika meloloskan seseorang melewati titik penyekatan sama saja ikut terlibat menyebarkan COVID-19.

"Saya dengan sangat memohon kepada RT, RW tolong jaga kampungnya, jangan kasih lolos. Itu sama aja kita memberikan peluang penyakit ini menyebar. RT/RW-nya, warga masyarakat jangan kasih kampungnya dilewatin oleh orang-orang yang tetap nekat melakukan mobilitas tanpa ada keperluan, itu sama saja kita memberi ruang orang menjadi korban sampai dia masuk rumah sakit atau bisa fatal sampai meninggal dunia," tandas dia.

Di sisi lain, salah satu alasan masyarakat tetap memaksa masuk ke Jakarta karena harus bekerja walaupun masuk pada sektor non esensial dan non kritikal. Berdasarkan informasi yang didapat, mereka karena khawatir dipecat manajemen perusahaan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan salah satu alasan pemaksaan diri berangkat ke kantor karena khawatir dipecat perusahaan.

"Ada yang bilang bahwa dia akan dipecat lah kalau tidak masuk kerja. Padahal sudah ditentukan sektor pekerjaan yang non esensial tidak boleh (WFO)," ujar Yusri.

Sektor pekerjaan yang dianggap esensial dan kritikal tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali.

Dalam Instruksi Mendagri itu terdapat aturan karyawan kantor untuk sektor non-esensial diwajibkan bekerja dari rumah. Sedangkan sektor esensial diminta 50 persen maksimal pekerja di kantor dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Faktanya, kata Yusri, pada hari kerja pertama selama PPKM Darurat, Senin, masih banyak pekerja pada sektor yang non-esensial memaksakan diri untuk masuk kerja sehingga menimbulkan kemacetan di jalan.

Yusri mengatakan petugas di lapangan pun sempat mendapat komplain dari pengguna jalan, dianggap penyebab kemacetan karena menjalankan tugas melakukan penyekatan.

Masyarakat seakan tidak mau mengerti bahwa keberadaan petugas pemerintah daerah, polisi, dan TNI saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengingatkan masyarakat agar tetap di rumah selama PPKM Darurat diberlakukan.

"Ini bukan untuk menyusahkan masyarakat, bukan untuk membuat Jakarta ini kosong, tidak. Kami mengingatkan masyarakat, sudah anda di rumah saja. Kalau yang non-esensial sudah mengerti bahwa tidak perlu kerja di lapangan, dia bekerja dari rumah saja, kami pun akan tenang," tutur Yusri.

Yusri menyatakan Polda Metro Jaya mulai Selasa ini akan membentuk tim patroli pengecekan di kantor perusahaan non esensial yang masih buka.

Dia menilai keberadaan perusahaan yang tetap bandel tersebut perlu ditindak dengan tegas, karena di satu sisi telah melanggar aturan Perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Dalam Pasal 14 UU 4/1984 itu disebutkan, siapa saja yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.

Namun, Yusri menilai bahwa di sisi lain dalam Operasi Yustisi, mengedepankan penindakan dari Pemerintah Daerah melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Dia mengatakan dalam Operasi Yustisi, maka Satpol PP memiliki hak untuk menyegel atau memberikan sanksi tertinggi yaitu mencabut izin dari perusahaan tersebut.

Sedangkan, Satuan Tugas Penegak Hukum akan bertindak dengan menggunakan aturan perundang-undangan.

"Ini mungkin di satu sisi, kami juga sudah menyampaikan ke tiga pilar di bawah. Baik RT, Babinsa, atau Bhabinkamtibmas, agar mengingatkan warganya supaya patuh dan taat kepada kebijakan pemerintah. Paling penting sekali (ketaatan) untuk tidak keluar, di rumah saja," pungkas Yusri.