Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Perlu, MenkumHAM Yasonna: Bilang Anak PKI, <i>Gue Jorokin Lu</i>
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly (Foto: kemenkumham.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden menuai pro dan kontra usai draf rancangan Undang-undang KUHP dibuka kepada publik. Pasalnya, ancaman pidana lima tahun menanti bagi yang melanggar pasal tersebut.

Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly menjelaskan, adanya pasal penghinaan presiden di RKUHP bertujuan agar masyarakat tak menjadi liberal dalam berpendapat.

"Saya kira kita menjadi sangat liberal kalau membiarkan (menghina presiden, red)," ujar Yasonna dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Rabu, 9 Juni.

Dia memberi contoh, ketika dikritik tak maksimal dalam bertugas sebagai Menkumham, ia tak masalah. Namun berbeda, apabila yang diserang adalah martabatnya sebagai individu.

"Kalau saya dikritik, MenkumHAM tak becus, lapas, imigrasi, that's fine with me. Tetapi kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya. Misalnya saya dikatakan anak haram, wah itu di kampung saya enggak bisa itu. Anak PKI-lah, tunjukan pada saya kalau saya anak PKI, kalau enggak bisa, gua jorokin lu," bebernya.

Karena itu, politikus PDIP itu menilai perlu adanya pasal tersebut. Lagipula, kata dia, pasal ini tak hanya ditujukan untuk melindungi harkat dan martabat presiden yang menjabat saat ini, tetapi juga presiden di masa yang akan datang.

Bahkan, kata Yasonna, pasal semacam itu sudah lumrah diterapkan di beberapa negara, seperti Thailand dan Jepang.

"Kita tahu lah, presiden kita sering dituduh secara personal dengan segala macam isu itu, dia tenang-tenang saja. Beliau mengatakan kepada saya tidak ada masalah dengan pasal itu. Tapi, apakah kita biarkan presiden yang akan datang digitukan? Jadi harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang berkeadaban," jelas Yasonna Laoly.

Untuk diketahui, Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden di RKUHP tercantum dalam Pasal 217 hingga 220.

Pasal 217 

Setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 218. 

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Sementara, pasal 219 mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial.

Pasal 219

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum; Memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden; Dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.