Bagikan:

YOGYAKARTA - Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) telah melalui proses yang panjang. Pernyataan tersebut Yasonna sampaikan dalam jumpa pers di Gedung DPR, Senayan, pada Selasa (6/12). 

Menkumham mengatakan bahwa perbaikan KUHP buatan Belanda sudah dibahas sejak dulu. Ia mengatakan pembicaraan mengenai perbaikan KUHP bukanlah hal yang sederhana dan mudah. 

"Hari ini DPR bersama pemerintah telah mengesahkan rancangan Undang-Undang KUH Pidana menjadi Undang-Undang Kitab UU Hukum Pidana. Tadi Pak Ketua (Komisi III DPR) bilang sudah sejak 1963. Saya kira kalau dengan bahasa Inggris dikatakan it's long of the journey," kata Yasonna.

Perjalanan Panjang RKUHP

Yasonna mengatakan pembicaraan perbaikan KUHP sudah dilakukan sejak era Soeharto masih memimpin Indonesia. Ia mengatakan para ahli pada masa itu sudah berkumpul untuk membahas perbaikan KUHP.

"Dimulai dari zaman Pak Harto. Para ahli juga sudah berkumpul, drafting dimulai kemudian pernah dimasukkan pada zaman Pak SBY. Kita bahas," ucapnya.

Perbaikan KUHP kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Jokowi periode pertama. Yasonna mengatakan pembahasan sudah sampai ketok palu tingkat pertama. Ada 14 poin yang diproses dan pembahasannya tidak diteruskan di tingkat II. 

Selanjutnya pembahasan RKUHP diteruskan atau carry over di periode kedua pemerintahan Jokowi. Presiden meminta pemerintah melakukan sosialisasi RKUHP ke semua daerah di Indonesia. Meski sudah disosialisasikan, namun tetap pelaksanaan dan penerimaannya masih belum sempurna. 

"Tidak ada gading yang tidak retak. Apalagi kita masyarakatnya multikultur, multietnis. Belanda saja yang homogen memerlukan waktu panjang merancang undang-undangnya, 70 tahun. Kita yang isinya masyarakat multietnis ini memerlukan akomodasi yang luas," tutur Yasonna.

Perjalanan Draf RKUHP dari 2015-2022

Tahun 2015

Pada 21 Januari 2015, RKUHP pertama yang berisi 786 pasal masih banyak mendapat kritikan karena dinilai kontroversi. Dalam draf ini terdapat pasal 264 yang mengatur penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dengan hukuman lima tahun penjara.

Pada 25 Februari 2015, RKUHP versi pemerintah yang disertai naskah akademik dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peraturan & Perundang-undangan Kementerian Hukum Dan HAM (DJPP Kemenkumham).

Pada 5 Juni 2015, Presiden Jokowi menerbitkan Surat Presiden kepada DPR untuk melakukan pembahasan RKUHP.

Tahun 2016

Pada bulan November 2016, DPR sempat melakukan pembahasan beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) dengan pemerintah. Namun sejumlah DIM tersebut sempat ditunda untuk dibicarakan. Salah satu DIM, yaitu  terkait tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

Tahun 2018

Pada bulan Februari 2018, draf RKUHP yang disiarkan masih memuat beberapa pasal yang menjadi kontroversi. Pasal tersebut berisi aturan mengenai penghinaan presiden dan larangan pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam pasal 530 berisi larangan aborsi untuk semua perempuan tanpa terkecuali korban perkosaan.

Pada 28 Mei 2018, pemerintah menambahkan ayat pada pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden menjadi delik aduan.

Tahun 2019

Pada September 2019, DPR dan pemerintah menyepakati RKUHP yang memuat 628 pasal. Dalam pasal 218, mengatur penghinaan presiden dapat dipidana tanpa melalui delik aduan. Hukuman pidana dari pasal ini telah dikurang menjadi penjara paling lama tiga tahun enam bulan.

RKUHP juga sempat melewati pengesahan Tingkat I namun ditunda oleh presiden  untuk naik ke pengesahan Tingkat II atau Rapat Paripurna. Penundaan dilakukan karena masyarakat menolak lewat aksi demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa bertajuk  'Reformasi Dikorupsi'.

Sementar itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga mengkritik 24 isu krusial yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat seperti aturan aborsi, kohabitasi, penodaan agama, penggunaan hukum adat, dan banyak lainnya.

Tahun 2021- 2022

Wamenkumham, Eddy OS Hiariej, mengungkapakan jika draf RKUHP masih dibenahi dan disinkronisasi. Dari 24 isu krusial yang menjadi sorotan masyarakat, pemerintah hanya membahas ulang 14 isu.

Pada 6 Juli 2022, pemerintah resmi menyerahkan draf RKUHP berisis 632 pasal kepada Komisi III DPR. Eddy menjelaskan adanya perbaikan yang meliputi tujuh hal terkait 14 isu krusial, yaitu terkait ancaman pidana, bab tindak pidana penadahan, penerbitan dan percetakan, harmonisasi dengan UU di luar RKUHP, sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan, teknik penyusunan, dan tipo.

Pengesahan RKUHP sebagai UU

DPR menyetujui RKUHP sebagai UU dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 pada Selasa (6/12). 

Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR, yang memimpin sidang menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang kitab hukum pidana dapat disetujui. Peserta sidang menjawab ‘setuju’, lalu Dasco mengetuk palu tanda persetujuan. 

Itulah perjalanan panjang RKUHP dari era Soeharto hingga masa pemerintahan Jokowi periode kedua. Menkumham Yasonna menegaskan bahwa pengesahan RKUHP bukan bermaksud pemerintah melakukan pembungkaman terhadap kritik dari masyarakat. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.