Bagikan:

JAKARTA - Fortum Power Heat and Oy, perusahaan pembangkit listrik asal Finlandia, mundur dari proyek pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter. ITF Sunter adalah program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Riyadi menyebut, keluarnya Fortum dari proyek pembangunan pengolahan sampah menjadi listrik itu karena DKI tidak mendapat penjaminan dana dari pemerintah pusat.

Sehingga, Fortum enggan mengucurkan pinjaman dana sebesar US$240 atau sekitar Rp3,42 triliun dari International Finance Corporation (IFC).

"Yang saya tahu, di Fortum itu mensyaratkan pendanaannya itu harus ada penjaminan dari pemerintah pusat. Fortum kan perusahaan asing," kata Riyadi saat dihubungi, Rabu, 2 Juni.

Selain itu, belum adanya kesepakatan soal perjanjian kerja sama jual beli tenaga listrik antara antara PT PLN Persero dengan PT Jakarta Solusi Lestari. PT Jakarta Solusi Lestari adalah perusahaan patungan antara PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Fortum Power Heat and Oy.

"Di antaranya karena mensyaratkan perjanjian belum sampai waktu yang ditentukan. Belum ada perjanjian jual beli listrik. Mungkin ada poin-poin yang tidak disepakati. Sampai waktu yang ditentukan, tidak tercapai titik temu," jelas Riyadi.

Namun, Riyadi mengaku tak mengetahui lebih jauh soal mundurnta Fortum dari kerja sama proyek ITF Sunter. "BP BUMD hanya menerima laporan yang sudah bisa dilaporkan. Ini hal yang teknis banget. Jakpro lebih paham," tambahnya.

Sebagai informasi, Pemprov DKI sudah melakukan gorundbreaking ITF Sunter sejak Desember 2018. Rencananya, ITF Sunter mampu mengonversikan energi panas dari 80 hingga 90 persen volume sampah untuk menghasilkan energi listrik sebesar 35 megawatt per jam. ITF Sunter mampu mengolah 2.200 ton sampah per hari.

PT Jakpro bersama Fortum membentuk PT Jakarta Solusi Lestari (JSL) selaku anak perusahaan pengelola ITF. Pada saat pendirian perusahaan, PT Jakpro bakal memiliki 20 persen saham, sedangkan 80 persen dimiliki oleh Fortum karena memiliki teknologi dan pendanaan untuk pengembangan ITF. 

Kepemilikan JSL saat proses konstruksi yakni 44 persen untuk Jakpro dan 56 persen untuk Fortum. Setelah ITF Sunter terbangun, JSL akan menjadi pemegang saham mayoritas dengan skema Build Operate Transfer selama 25 tahun.

Sempat Mangkrak

Berdasarkan pengawasan Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI ke lokasi ITF Sunter akhir tahun 2020, ternyata pengerjaannya mangkrak. Belum ada pembangunan apa pun di sana.

"Itu memang sudah bertahun-tahun dan tidak ada penyelesaian oleh Jakpro, kami merekomendasikan agar pengelolaan sampah langsung ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah, kepada VOI.

Menurut Ida, ada sejumlah rencana pembangunan yang gagal dilakukan Jakpro dan lewat dari tenggat waktu. Di antaranya adalah tanggal dimulainya pengerjaan konstruksi, periode uji coba, hingga target tanggal operasi komersial. 

Sebagai contoh, Jakpro berkomitmen memulai pembangunan konstruksi pada 21 Januari 2020 hingga 31 Mei 2023. Sayangnya, sampai saat ini belum ada pekerjaan konstruksi yang dimulai.

Ida bilang, kendala Jakpro saat ini adalah belum mendapatkan investor. Oleh sebab itu, kata dia, jika proyek ITF Sunter diserahkan ke Dinas LH, maka investor lebih mudah melirik.

"Sebenarnya, banyak pihak ketiga (investor) yang mau ikut andil. Tapi investor ini tidak berani masuk kalau dipegang oleh Jakpro, karena hanya sebatasa BUMD. Jakpro dianggap tidak memiliki kekuatan untuk itu," jelas Ida.