JAKARTA - Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengklarifikasi beredarnya dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan dan TNI.
"Raperpres adalah dokumen perencanaan dalam pembahasan dan pengujian mendalam, bukan dan belum menjadi keputusan final," kata Dahnil dalam siaran pers dilansir Antara, Senin, 31 Mei.
Dokumen perencanaan pertahanan adalah bagian dari rahasia negara dan dokumen internal dalam pembahasan yang masih berlangsung.
"Kami sesali ada pihak-pihak yang membocorkan dan menjadikan dokumen tersebut alat politik untuk mengembangkan kebencian politik dan gosip politik yang penuh dengan nuansa kecemburuan politik," kata Dahnil.
BACA JUGA:
Kementerian Pertahanan akan bersikap tegas untuk mengusut siapa yang bertanggung jawab menyebarkan dokumen tersebut sehingga menjadi simpang siur di publik.
Dikatakan Dahnil, sesuai dengan direktif Presiden Joko Widodo kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, bahwa Presiden Jokowi ingin ada kejelasan 5 tahun sampai dengan 25 tahun ke depan Indonesia bisa memiliki alpahankam apa saja.
"Berangkat dari direktif tersebut, dengan juga melihat kondisi alpalhankam kita yang faktualnya memang sudah tua. Bahkan, 60 persen alpalhankam kita sudah sangat tua dan usang serta memprihatinkan," tuturnya.
Dengan demikian, kata Dahnil, modernisasi alpalhankam adalah keniscayaan karena pertahanan yang kuat terkait dengan kedaulatan negara dan keutuhan wilayahan NKRI serta keselamatan bangsa harus terus terjaga dalam jangka panjang.
Oleh sebab itu, Kemhan mengajukan sebuah formula modernisasi alpahankam melalui reorganisasi belanja dan pembiayaan alpalhankam.
Reorganisasi belanja dan pembiayaan alpalhankam ini akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui mekanisme belanja alpalhankam lima renstra dibelanjakan pada satu renstra pertama, pada tahun 2020—2024, sehingga postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada tahun 2025 atau 2026, dan postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.
Dengan formula itu, kata Dahnil, pada tahun 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.
"Apabila dianologikan, formula belanja ini ibarat membangun rumah. Kita membiayai pembangunan rumah dalam waktu tertentu, kemudian jadi satu rumah yang ideal, bukan membangun secara mencicil pembangunannya, mulai dari jendelanya dahulu, nanti ada duit lagi baru bangun pintunya dan seterusnya," papar Dahnil.
Menurut Dahnil, pembiayaan yang dibutuhkan masih dalam pembahasan dan bersumber dari pinjaman luar negeri.
Nilainya, lanjut dia, nanti tidak akan membebani APBN dan tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Karena pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini, kata Dahnil, diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil serta pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun dialokasikan di APBN.
"Dengan asumsi, alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8 persen dari PDB selama 25 tahun ke depan," katanya menjelaskan. Kendati demikian, kata Dahnil, semua formula itu yang masih dalam pembahasan bersama para pihak yang terkait.
"Bukan konsep yang sudah jadi dan siap diimplementasikan," demikian Dahnil.