Bagikan:

JAKARTA - Mantan Imam Besar FPI, Rizieq Shihab, menyampaikan nota keberatan atau pleidoi dalam persidangan perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung, Bogor. Tapi, pleidoi itu justru hanya dianggap sebagai unek-unek oleh jaksa penuntut umum (JPU) .

Dalam pledoi, Rizieq Shihab menyinggung berbagai hal. Mulai dari perkara pelanggaran prokes yang dianggap hanya aksi balas dendam hingga meminta untuk dibebaskan dari semua dakwaan.

Di awal pleidoinya, Rizieq menyebut perkara pelanggaran prokes yang menjeratnya adalah aksi balas dendam yang berunsur politik.

"Setelah saya mengikuti proses hukum yang sangat melelahkan ini, mulai dari Panggilan polisi dan penangkapan serta penahanan, hingga digelarnya persidangan sampai pembacaan pleidoi," ucap Rizieq dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

"Saya semakin percaya dan yakin bahwa ini adalah kasus politik yang dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum sehingga hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki terhadap saya dan kawan-kawan," sambungnya

Aksi balas dendam itu, kata Rizieq, berkaitan dengan gagalnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk kedua kalinya. Sebab, Rizieq dan kawan-kawan yang paling kencang menolak Ahok.

Rizieq mengatakan, melakukan hal itu karena Ahok telah menistakan agama Islam. Selain itu, Ahok juga dianggap sebagai sosok yang arogan dan korup, sering berucap kata kasar dan kotor.

Bahkan, Ahok dinilai sebagai kepanjangan tangan para oligarki. Nah, atas penolakan itu, Ahok gagal menjadi gubernur DKI Jakarta yang saat itu berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.

"Mulai saat itulah saya dan kawan-kawan menjadi target kriminalisasi, sehingga sepanjang tahun 2017 aneka ragam rekayasa kasus dialamatkan kepada kami," kata Rizieq.

Selain itu, dalam nota pembelaannya, Rizieq menyebut alasan di balik memilih 'hijrah' ke Mekkah. Dia mengklaim untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah. 

Sebab, dia sudah menggagalkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta dan memidanakannya secara konstitusional.

Terungkapnya alasan ini bermula ketika Rizieq menyinggung soal rencana untuk berhenti berjuang dalam dunia politik ternyata meleset. 

Sebab, usai menggagalkan Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta dan memidanakannya secara konstitusional pada 2017, justru menimbulkan eskalasi poltik yang semakin panas.

"Akibatnya eskalasi politik saat itu semakin memanas dan masyarakat di akar rumput juga semakin terbelah, sehingga dimana-mana rawan bentrok antar pendukung," ucapnya.

Dengan alasan itu, Rizieq memutuskan untuk mengambil visa izin tinggal dan memboyong keluarganya hijrah ke Kota Mekkah. Harapannya, setelah kepergiannya semua kondisi akan menjadi normal kembali.

"Karena itulah, saya dan keluarga memilih jalan untuk sementara waktu hijrah ke Kota Suci Mekkah, demi menghindarkan konflik horizontal yang bisa mengantarkan kepada kerusuhan dan pertumpahan darah," ungkap dia.

Tapi, prediksinya meleset. Setelah Rizieq pergi justru diklaim banyak aksi teror yang ditujukan kepada rekan-rekannya. Bahkan, hingga berujung pada tindak pidana.

"Justru kawan-kawan saya di Indonesia terus diteror dan diintimidasi hingga dikriminalisasi, bahkan terjadi upaya percobaan pembunuhan terhadap saksi ahli IT yang membela saya dengan ditusuk-tusuk di jalan tol di hadapan isterinya," kata Rizieq.

"Belum lagi terjadi sabotase dalam Acara Reuni 212 pada tahun 2019 dengan peledakan bom pipa di lokasi acara di Monas," sambung Rizieq.

Kemudian, Rizieq juga menyinggung soal adanya operasi intelijen tingkat tinggi yang selalu menghantuinya selama berada di Arab Saudi. Sebab, berbagai aksi teror yang tak jelas asalnya kerap menerpanya.

Salah satu teror yang dialaminya yaitu dituding membuat kartu identitas palsu. Padahal, dia menggunakan visa untuk tinggal di Arab Saudi

"Ada orang mengaku sebagai petugas keamanan Saudi mendatangi rumah kami dan menuduh kami membuat IQOMAH palsu yaitu semacam KTP Kota Mekkah," ucap Rizieq.

Rizieq juga mengaku sempat ditangkap polisi tanpa alasan yang jelas. Bahkan, dia juga sempat ditahan di sel tahanan kepolisian Arab Saudi karena adanya pemasangan bendera ISIS.

"Saya juga pernah ditangkap polisi di tengah jalan tanpa sebab yang jelas di hadapan Istri dan putri-putri saya, serta puncaknya ada pemasangan Bendera Hitam ISIS di dinding luar Rumah tinggal saya di Kota Suci Mekkah," ungkap dia.

"Sehingga saya ditangkap dan diborgol tangan mau pun kaki serta ditutup mata dengan kain, lalu ditahan di sel penjara politik Saudi di Kota Suci Mekkah selama sehari semalam," sambung Rizieq.

Aksi teror yang terakhir yaitu hilangnya data dirinya dan keluarga dari manifes calon penumpang. Rizieq yakin semua hal itu ulah dari operasi intelijen karena tidak mungkin hacker biasa yang melakukannya.

"Penghilangan nama saya dan keluarga secara sistematis dan rahasia dari sistem komputer dan data base penerbangan Saudi bukan kerjaan hacker biasa, apalagi sekelas buzzer recehan, tapi itu semua merupakan operasi intelijen tingkat tinggi," papar dia

Tak hanya saat berada di Arab Saudi, kerucigaan Rizieq semakin kuat jika ada dalang di balik perkaranya tersebut. Sebab, ketika sudah ditetapkan tersangka dan ditahan, polisi menerapkan pengamanan ekstra terhadapnya.

Bahkan, Rizieq menilai diperlakukan layaknya tahanan teroris. Padahal, dia hanya tersangka pelanggaran prokes.

"Pada Sabtu 12 Desember 2020 saya didampingi Pengacara mendatangi Polda Metro Jaya secara sukarela untuk menjalankan pemeriksaan, tapi saya langsung ditangkap dan ditahan hingga saat ini," ucap Rizieq.

Setelah ditangkap, Rizieq yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Desember 2020 langsung ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Saat itulah, Rizieq merasa selama penahanan dan pengamanan terhadapnya sangat berlebihan. Sebab, selama satu bulan pertama, dia harus isolasi total.

Saat itu, siapapun tidak boleh membesuknya. Termasuk keluarga dan tim dokter pribadi dari Tim Mer-C.

Bahkan, petugas pun dilarang menyapa dirinya. Kecuali saat salat Jumat, Rizieq diperkenankan keluar dari sel dan dikawal untuk beribah bersama tahanan lain.

"Kasus saya hanya soal pelanggaran prokes tapi diperlakukan seperti tahanan teroris," ujarnya.

Bahkan, petugas pun dilarang menyapa dirinya. Kecuali saat salat Jumat, Rizieq diperkenankan keluar dari sel dan dikawal untuk beribah bersama tahanan lain.

"Kasus saya hanya soal Pelanggaran Prokes tapi diperlakukan seperti tahanan teroris," ujarnya.

Di bagian akhir nota pembelaannya, Rizieq meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur membebaskannya dari seluruh dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, dia meyakini, tak ada satu pun dakwan yang terbukti.

Rizieq menilai, penerapan Pasal tentang Kekarantinaan Kesehatan, tidak relevan. Sebab, kerumunan massa terjadi secara spontan.

"Selain itu terdakwa tidak pernah mengundang atau mengajak masyarakat berkerumun di Megamendung, dan terdakwa juga tidak pernah menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan," ujar Rizieq.

Kemudian, untuk dakwaan kedua tentang wabah penyakit menular juga dianggap tidak bisa diterapkan. Sebab, Rizieq mengklaim tidak pernah dengan sengaja mengabaikan protokol kesehatan.

Bahkan, Rizieq juga menyebut tak pernah melawan atau mengabaikan imbauan dari pemerintah. Sehingga, dakwaan ketiga pun dianggap tidak bisa diterapkan.

"Terdakwa juga tidak pernah, tidak menuruti perintah atau permintaan petugas yang sedang melaksanakan tugas negara dan tidak pernah pula mencegah, menghalang-halangi, atau mengagalkan tugas pejabat negara," kata dia.

Dengan alasan-alasan itulah, Rizieq menilai semua dakwaan dari jaksa tidak memenuhi unsur. Terlebih, diperkuat dengan keterangan saksi dan ahli selama proses persidangan.

"Karenanya, kami memohon karena Allah SWT demi tegaknya keadilan agar majelis hakim yang mulia memutuskan untuk terdakwa dengan vonis bebas murni, dibebaskan dari segala tuntutan, dilepaskan dari penjara tanpa syarat dan dikembalikan nama baik martabat kehormatannya," tandas Rizieq.

Sementara, jaksa penuntut umum (JPU) menilai nota pembelaan (pleidoi) yang diajukan Rizieq Shihab dan tim kuasa hukumnya hanya berisi curhatan. Bagi jaksa, semua isi pembelaan bersifat subjektif.

"Terdakwa mengatakan penuntut Umum bersikap manipulatif dengan hanya mengambil keterangan saksi dari sisi yang menguntungkan pembuktian," kata salah satu jaksa dalam persidangan.

"Pada dasarnya semua yang disampaikan terdakwa dalam pleidoinya adalah unek-unek dan curhatan," sambung jaksa.

Dengan alasan itu, tim jaksa meminta majelis hakim untuk menolak seluruhnya isi dari pleidoi tersebut. Selain itu, hakim juga diminta untuk menyatakan Rizieq Shihab bersalah telah melanggar Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.

"Berdasarkan hal yang sudah diuraikan, kami jaksa penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan dan berpendapat bahwa tuntutan hukum yang telah kami ajukan sudah tepat," tegas jaksa.