JAKARTA - Uni Eropa memilih untuk tidak memperbarui pesanan vaksin COVID-19 AstraZeneca setelah Bulan Juni mendatang, seiring dengan perselisihan masalah pasokan vaksin sejak awal tahun.
Keputusan itu diambil ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan, Uni Eropa akan fokus pada vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi lainnya di masa depan.
Sehari sebelumnya, Uni Eropa melalui Komisi Eropa mengumumkan kesepakatan dengan produsen vaksin COVID-19 Pfizer/BioNTech, terkait penambahan 1,8 miliar dosis vaksin hingga 2023.
Komisaris Pasar Internal Eropa Thierry Bretón mengatakan, kegagalan AstraZeneca untuk memberikan jumlah vaksin yang disetujui dalam kontrak, pada dasarnya menjadi alasan mengapa Uni Eropa memulai vaksinasi lebih lambat dalam beberapa bulan pertama tahun 2021.
"Kami belum memperbarui pesanan setelah Juni. Kami akan lihat apa yang terjadi," kata Bretón di radio Prancis France Inter, seperti melansir Eurotimes, Senin 10 Mei.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Prancis dan Eropa akan terus menggunakan stok vaksin AstraZeneca yang ada, untuk membantu keluar dari krisis COVID-19. Tetapi pesanan di masa mendatang akan fokus pada vaksin dari perusahaan farmasi lain.
Dia mengatakan hal itu karena vaksin alternatif untuk AstraZeneca, terbukti lebih efisien untuk memerangi varian COVID-19.
"Siapa yang tahu musim gugur lalu vaksin mana yang akan berhasil atau tidak? Saya pikir itu adalah kebijakan yang baik untuk membeli sebanyak mungkin vaksin dengan semua solusi yang mungkin, yang telah dilakukan oleh sebagian besar negara lain dan kekuatan dunia," papar Macron.
BACA JUGA:
Bretón mengatakan, dia sangat yakin masalah pasokan telah berakhir dan Uni Eropa akan mengakhiri tahun ini dengan kapasitas untuk memproduksi lebih dari 3 miliar vaksin setahun.
Bulan lalu, Komisi Eropa meluncurkan tindakan hukum terhadap AstraZeneca karena tidak menghormati kontraknya untuk penyediaan vaksin COVID-19.