Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menganggap proses penangkapan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman oleh polisi dilakukan dengan tidak manusiawi.

Usman menganggap, aparat melakukan penangkapan yang sewenang-wenang terhadap Munarman. Saat menjemput dengan paksa, polisi dianggap tidak menghargai nilai-nilai hak asasi manusia (HAM).

“Menyeret dengan kasar, tidak memperbolehkannya memakai alas kaki (sandal), menutup matanya dengan kain hitam merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Itu melanggar asas praduga tak bersalah,” kata Usman dalam keterangannya, dikutip pada Kamis, 29 April.

Munarman ditangkap atas dugaan keterlibatan terorisme. Tapi, bagi Usman, tuduhan terorisme bukanlah alasan untuk melanggar hak asasi seseorang saat dirinya ditangkap.

"Munarman terlihat tidak membahayakan petugas dan tidak terlihat adanya urgensi aparat untuk melakukan tindakan paksa tersebut. Hak-hak Munarman harus dihormati apa pun tuduhan kejahatannya,” tutur Usman.

Ditambah, aparat penegak hukum harus mempertimbangkan kondisi pandemi COVID-19. Munarman ditangkap dengan ditutup matanya tanpa memberi kesempatan untuk mengenakan masker.

"Penegak hukum harus lebih sensitif, mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap atau ditahan, termasuk menyediakan masker kepada yang menutupi mulut dan hidung. Bukan justru membiarkannya terbuka dan menutup matanya dengan kain hitam," jelas dia.

Oleh sebab itu, Polri harus melakukan evaluasi terhadap anggota Densus 88 yang melakukan penangkapan. Sebab, Usman menduga ada pelanggaran SOP dalam proses penagkapan Munarman.

Seperti diketahui, Munarman ditangkap Densus 88 pada Selasa, 27 April sekitar jam 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan. Saat tiba di Polda Metro Jaya, Munarman dibawa dengan mata tertutup dan tangan diborgol.

Munarman diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Usai penangkapan terhadap Munarman, Tim Densus 88 juga melakukan penggeledahan di bekas kantor ormas terlarang FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Dalam penggeledahan tersebut tim menemukan bahan baku peledak TATP atau triacetone triperoxide, aseton, dan nitrat.