Mungkinkah Raffi Ahmad Jadi Menteri Jokowi?
Raffi Ahmad bersama Presiden Jokowi (Foto: IG @raffinagita1717)

Bagikan:

JAKARTA - Popularitas dan kecemerlangan artis Raffi Ahmad di dunia hiburan tentu tidak diragukan lagi. 

Bahkan, baru-baru ini bos Rans Entertainment itu semakin memperluas gurita bisnis dengan mengakuisisi klub sepak bola Cilegon FC menjadi Fans Cilegon FC bersama rekannya, Rudi Salim. Raffi juga membuka sekolah sepakbola (SSB) sekaligus sarana olahraga di beberapa kota di Indonesia. 

Belakangan, suami artis Nagita Slavina itu juga dilirik partai politik untuk menjadi calon kepala daerah. Peluang Raffi masuk dalam kancah perpolitikan nasional pun semakin terbuka usai didapuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai selebriti pertama yang menerima suntikan vaksin, sekaligus mensosialisasikan program vaksinasi pemerintah.

Santer terdengar nama Raffi Ahmad masuk dalam radar seiring munculnya isu reshuffle. Lantas bagaimana peluang Raffi 'menjajal' kursi menteri di kabinet Jokowi? 

Pakar Komunikasi politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai masuknya selebritis dalam politik praktis bukan hal baru di Indonesia. Dalam perjalanan politik, artis memang kerap dijadikan sebagai pengambil suara yang kini bertransformasi menjadi kandidat, baik Pileg maupun Pilkada.

"Irisan politik selebriti di politik praktis bukan cerita baru, itu dulu memang dominan menjadi vote getter di pemilu tapi setelah reformasi, bukan hanya jadi vote getter tapi juga menjadi bagian dari kandidat. Misalnya menjadi caleg atau pun menjadi kepada daerah di banyak tempat dan itu beberapa ada yang sukses tetapi diantaranya gagal," ujar Gun Gun dihubungi VOI, Jumat, 16 April.

Bahkan, sambungnya, kehadiran Presiden Jokowi di pernikahan artis Atta Halilintar juga menegaskan kelompok selebriti, baik di medsos maupun di media lain seperti televisi atau film, memang tidak terpisahkan dari lanskap politik yang sekarang cenderung entertainment atau politainment.

"Tetapi, khusus untuk Raffi Ahmad, kalau rekrutmen untuk posisi menteri millenial saya tidak melihat argumentasi kuat. Termasuk diantara pos kementerian yang tersedia," ungkap Direktur Eksekutif The Political Literacy itu.

Kalau pun Presiden bakal melakukan perombakan kabinet, lanjut Gun Gun, Jokowi pasti akan mempertimbangkan kekuatan riil politik yang ada. Yakni, calon menteri berasal dari parpol atau kalangan penyokong pemerintahannya dibanding dengan memasukkan basis baru yang sebenarnya diperlukan pada saat kompetisi atau kontestasi elektoral. 

"Nah Raffi, tidak merepresentasikan jangkar politik kekuatan riil di DPR sehingga saya yakin nama Raffi bukan prioritas nama line up kabinet jika ada reshuffle kedua," tegas Gun Gun.

"Taruh lah yang lagi ramai soal Kementerian Investasi, atau penggabungan Mendikbud Ristek, itu portfolionya tidak ke Raffi Ahmad. Termasuk juga kalau ada pergeseran di kementerian lain," tambahnya. 

Menurut Gun Gun, harus dibedakan antara Raffi Ahmad sebagai ikon karena memiliki basis massa sebagai selebriti. Mungkin saja, dia hanya diperlukan untuk kerja PR (Public relations, red) pemerintah, seperti pada saat vaksinasi kemarin. 

"Bacalah sebagai bagian kerja PR pemerintah untuk mendapatkan dukungan seluas-luasnya vaksinasi selain tokoh agama juga tokoh anak muda yang punya followers banyak," bebernya. 

"Jadi konteksnya, memperluas resonansi vaksinasi dan tentu mengubah dukungan lebih besar kepada pemerintah untuk mensukseskan program vaksinasi itu sendiri," kata Gun Gun menambahkan. 

Lain halnya jika dihubungkan dengan kontestasi Pilkada, menurut Gun Gun, justru bergabungnya Raffi Ahmad lebih masuk akal. Misalnya, didekati oleh parpol untuk menjadi calon kepala daerah seperti isu menjadi Bacalon wali kota Tangerang Selatan.

"Kalau itu kan sejarah lama artis masuk politik baik sebagai caleg atau cakada. Tapi kalau menteri milenial ini bacaannya berbeda. (Jauh,red) saya lihat tidak ada satu variabel pun yang bisa masuk untuk memposisikan Raffi sebagai potensial nama untuk jadi calon menteri," kata Gun Gun.

Alasannya kata Gun Gun, jelas pada komposisi menteri ada representasi kekuatan politik. Pertama,  khalayak kunci, karena Indonesia merupakan the big muslim country pasti yang dilibatkan adalah NU-Muhammadiyah. 

Kedua, kekuatan partai penyokong dalam soal pilpres atau setelahnya itu adalah keuntungan dalam kekuasaan. Ketiga, pertimbangan geopolitik, misalnya, barat-timur dan representasi gender laki-laki dan perempuan. Biasanya ada akomodasi sebagai bentuk keseimbangan politik Jokowi terutama dalam konteks politik perempuan di Indonesia. 

"Dan itu semua enggak ada yang masuk hitungannya Raffi Ahmad. Bicara menteri pertimbangannya sangat susah kalau hanya sekedar selebritas," katanya.

"Mungkin ke depan bisa jubir, bisa timses, bisa calon Pilkada, bisa caleg. Karena 2024 ada juga Pilkada kan," ujar Gun Gun Heryanto.

Terkait