Kemiskinan, Perlindungan Anak dan Kebanggaan Petarung Beladiri Thailand
Ilustrasi anak-anak Thailand tengah berlatih beladiri. (Sumber: WIkimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Sebagai salah satu negara dengan olahraga beladiri yang khas dan terkenal, Muaythai. Menjadi petarung handal, merupakan kehormatan tersendiri bagi laki-laki Thailand. Apalagi jika bisa menjadi petarung handal profesional, di mana kebanggaan dan ekonomi didapat bersamaan. 

Jika dulu ini hanya ada di benak laki-laki dewasa Thailand, belakangan, mimpi ini juga mulai merasuki anak-anak di bawah umur. Bahkan, sudah terealisasi, di mana ada pertarungan profesional untuk anak-anak di Thailand. 

Tengok saja petarung Thailand berusia sembilan tahun Pornpattara “Tata” Peachaurai sangat ingin kembali naik ring, setelah pembatasan virus corona menghentikan musim pertarungannya lebih dari lima bulan lalu. Uang yang dia hasilkan adalah penghasilan penting bagi keluarganya.

"Semua uang dari tinju, pembayaran rutin dan tip, semuanya menjadi milik ibu. Saya bangga menjadi petinju dan menghasilkan uang untuk ibu saya," kata petarung muda kurus itu, melansir Reuters, Sabtu 10 April.

Pertarungan terakhir Tata terjadi pada Bulan Oktober, sebelum wabah COVID-19 kedua di Thailand menutup acara olahraga karena larangan pertemuan besar diberlakukan kembali.

"Saya tidak bisa bertinju. Saya belum berlatih tinju juga. Saya membantu ibu saya menjual sesuatu," tukasnya. 

Tata tinggal bersama ibu dan adik perempuannya yang berusia 16 tahun, Poomrapee, yang juga seorang petarung tim nasional muda.

Keluarganya mengandalkan pendapatan Tata sebagai jalan keluar dari kemiskinan dan berharap dia bisa menjadi petarung Muay Thai profesional. Bisa juga bergabung dengan polisi atau tentara, untuk kemudian mewakili mereka di atas ring, untuk mendapatkan pangkat dan bonus yang lebih tinggi. 

"Biasanya dia memberikan penghasilannya kepada saya. Terkadang dia meminta beberapa mainan setelah bertarung," kata ibunda Tata, Sureeporn Eimpong, 40 tahun.

Perkelahian anak di Thailand bisa sepopuler pertarungan orang dewasa dan berlangsung di turnamen, festival, dan pameran kuil. Ada sekitar 300.000 petinju di bawah usia 15 tahun, menurut Asosiasi Tinju Profesional Thailand.

Beberapa ahli medis menyerukan larangan tinju untuk anak di bawah umur, sebab hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, masalah neurologis jangka panjang, kerusakan otak dan kecacatan.

Masalahnya, izin orang tua adalah satu-satunya persyaratan saat ini untuk petinju anak, sehingga relatif mudah untuk anak-anak turun bertarung di ring berbayar.

"Saya tidak khawatir tentang tinju. Tidak banyak cedera dalam tinju anak. Saya yakin dengan sistemnya," kata Sureeporn, menambahkan bahwa petinju dilatih untuk melindungi diri mereka sendiri.

Tetapi sistem tidak selalu berfungsi. Pada 2018, Tata bertarung di turnamen yang sama di mana seorang bocah lelaki berusia 13 tahun, meninggal karena pendarahan otak setelah tersingkir di atas ring. Sureeporn, mengatakan wasit ketika itu terlalu lambat untuk turun tangan.

Institut Nasional Perkembangan Anak dan Keluarga di Universitas Mahidol Thailand Adisak Plitponkarnpim, mengungkapkan hal mengejutkan. Dari Penelitian pemindaian otak yang dilakukan terhadap 250 petarung anak-anak. Ditemukan beberapa kasus kerusakan parah yang dapat memengaruhi perkembangan anak, memengaruhi otak dan tingkat kecerdasan.

"Tinju menciptakan cedera otak seperti yang bisa kita lihat dengan jelas pada petinju yang lebih tua. Para orang tua yang mengandalkan pendapatan dari anak-anak mereka pada usia delapan atau sembilan tahun harus bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya mereka tuntut dari anak-anak tersebut?" geram Adisak.

Beberapa anggota Parlemen Thailand telah berusaha untuk melarang pertarungan bagi mereka yang berusia di bawah 12 tahun. Tetapi, rancangan undang-undang tersebut gagal mencapai parlemen dan kemungkinan akan menghadapi perlawanan, karena popularitas perkelahian anak dan pendapatan yang mereka hasilkan.

Sureeporn mengatakan tinju adalah kehidupan putranya. Bahkan, Ia menyebut masa depan Tata ada di dunia yang saat ini dijalaninya..

"Saya dari kelas bawah dan saya hanya menghasilkan cukup uang untuk bertahan hidup dan tidak memiliki tabungan atau rumah mewah," pungkas Sureeporn.