Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Thailand memaksa lebih dari 2.000 pengungsi Karen, yang melarikan diri dari serangan udara diri dari serangan udara rezim militer Myanmar, kembali melintasi perbatasan ke Myanmar pada Hari Senin, kata para aktivis.

Sepanjang pengeboman akhir pekan lalu, sedikitnya 10 ribu orang berlindung di hutan Negara Bagian Karen, sementara 3 ribu orang lainnya telah menyeberang ke Thailand.

David Eubank dari kelompok bantuan Free Burma Rangers mengatakan, 2.009 orang telah dipaksa kembali ke kamp pengungsian Ee Thu Hta di Karen pada Senin sore.

"Tindakan Thailand yang tidak berperasaan dan ilegal harus dihentikan sekarang," kata Sunai Phasuk, peneliti senior di Thailand untuk Human Rights Watch, menulis di Twitter, melansir Myanmar Now.

Lebih dari 3.000 orang dari desa Maenuhtar, Kho Kay, dan Ei Thu Hta mulai meninggalkan rumah mereka sekitar tengah hari pada hari Minggu setelah militer Myanmar melancarkan serangan udara di daerah tersebut.

Kemudian pada Minggu malam, pesawat junta membom desa Daypuno, yang berada di wilayah yang dikuasai oleh Brigade 5 Karen National Union. Beberapa rumah terbakar dan seorang warga desa terluka dalam serangan itu.

"Jet-jet tempur melakukan tiga serangan di desa tersebut antara pukul 11:40 dan 03:30," kata seorang penduduk desa Karen dari dekat perbatasan Thailand kepada Myanmar Now.

"Masih belum jelas berapa banyak rumah yang terbakar. Tidak ada korban jiwa, hanya satu yang terluka. Hanya itu yang kami tahu karena tidak ada kontak lebih lanjut dengan mereka," lanjutnya.

pengungsi myanmar
Pengungsi Myanmar. (Sumber: karen.kicnews.org)

Pada hari Sabtu angkatan bersenjata junta melancarkan serangan udara terhadap markas besar Brigade 5 KNU di distrik Mutraw, menggunakan dua jet tempur. Tiga warga sipil tewas dan delapan lainnya luka-luka dalam serangan itu, kata KNU.

Serangan udara dimulai setelah pasukan dari Brigade 5 menyerbu markas militer Myanmar Thee Mu Hta pada Sabtu pagi, menangkap setidaknya delapan tentara. Militer melancarkan dua serangan udara pada hari itu — satu pada jam 8 malam dan satu lagi pada jam 11:30 malam, kata seorang pejabat KNU.

"Day Pu No, penduduk desa sedang mengalami mimpi buruk. Militer melakukan tiga serangan udara di desa tadi malam dan pagi-pagi sekali," kata situs web Organisasi Wanita Karen, melansir The Irrawaddy.

Rumah-rumah di Day Pu No diratakan dalam serangan udara, menurut foto penduduk desa. Lebih dari 3.000 penduduk desa tepi sungai menyeberangi Sungai Salween ke Thailand pada hari Minggu.

Papun adalah salah satu tanah leluhur orang Karen dan merupakan rumah bagi Salween Peace Park, tempat perlindungan bagi satwa liar, tumbuhan, dan pepohonan yang terancam punah secara global.

Terpisah, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-O-Cha menyatakan pemerintahannya sedang mempersiapkan potensi gelombang pengungsi dari Myanmar. 

"Kami tidak ingin eksodus ke wilayah kami, tetapi kami juga akan memperhatikan hak asasi manusia," kata Prayuth kepada wartawan ketika ditanya tentang kekerasan akhir pekan di Myanmar selama demonstrasi anti-kudeta, melansir Reuters

"Berapa banyak pengungsi yang diharapkan? Kami telah menyiapkan area, tetapi berapa banyak, kami tidak membicarakannya," tukasnya.

Sementara, Gubernur Provinsi Mae Hong Son, Thailand mengatakan para pengungsi tidak didorong mundur. Mereka berada di tempat yang aman di pinggiran perbatasan di Distrik Mae Sariang dan Sop Moei.

"Pihak berwenang Thailand akan terus menjaga mereka yang berada di pihak Thailand, sambil menilai situasi yang berkembang dan kebutuhan di lapangan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tanee Sangrat dalam sebuah pernyataan, juga mengatakan laporan bahwa pengungsi Karen telah didorong kembali tidak akurat.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.