Uji Coba Penembakan Rudal Hipersonik Gagal, Amerika Serikat Ketinggalan dari China dan Rusia?
Ilustrasi B 52 H Stratofortress membawa AGM 183A ARRW. (Wikimedia Commons/U.S. Air Force Christopher Okula)

Bagikan:

JAKARTA - Angkatan Udara Amerika Serikat mengumumkan kegagalannya dalam menembakkan rudal hipersonik, dari pesawat pembom B-52H Stratofortress.

Uji penembakan rudal ini dilakukan oleh pesawat pembom B-52H Stratofortress yang terbang dari Pangkalan Angkatan Udara Edwards di California.

"B-52H Stratofortress lepas landas Senin di atas Point Mugu Sea Range, bermaksud untuk menembakkan kendaraan uji pendorong pertama untuk AGM-183A Air-launched Rapid Response Weapon (ARRW) program. Sebaliknya, rudal uji tidak dapat menyelesaikan peluncurannya dan dapat disimpang dengan aman di pesawat hoingga kembali ke Edwards Air Force Base," kata Angkatan Udara Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan melansir CNN, Rabu 7 April.

Kegagalan ini merupakan kemunduran bagi Amerika Serikat, dalam perlombaan mengembangkan senjata hipersonik dengan China dan Rusia, di tengah meningkatnya ketegangan global. 

Rudal AGM-183A ARRW dirancang untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan tinggi, sehingga dapat terbang dalam jarak yang sangat jauh dan bergerak dengan cepat melalui wilayah udara yang sangat dipertahankan untuk menyerang target seperti pelabuhan, lapangan udara dan instalasi lain sebelum mereka berhasil ditembak jatuh.

"Program ARRW telah melampaui batas sejak awal dan mengambil risiko yang diperhitungkan untuk memajukan kemampuan penting ini. Meskipun tidak diluncurkan mengecewakan, pengujian baru-baru ini memberikan informasi yang tak ternilai untuk dipelajari dan dilanjutkan. Inilah mengapa kami menguji," kata Brigjen Jenderal Heath Collins, pejabat eksekutif program direktorat persenjataan.

b52
Ilustrasi B 52 H Stratofortress, (Wikimedia Commons/Airman 1st Class Victor J. Caputo)

Angkatan Udara menyebut, rudal tersebut ditujukan untuk memberikan komandan Amerika Serikat di seluruh dunia, kemampuan untuk menghancurkan target bernilai tinggi dan sensitif waktu.

Sebagai perbandingan, Rusia dan China, dua seteru Amerika Serikat mengklaim berhasil mengembangkan program senjata hipersonik, dengan Rusia mengklaim berhasil menguji rudal.

China pertama kali menguji rudal hipersonik pada 2014 dan Rusia pada 2016. Kendaraan luncur hipersonik China, yang dikenal sebagai DF-ZF, telah diuji setidaknya sembilan kali sejak 2014  menurut Layanan Riset Kongres (CRS)

Sementara, kendaraan luncur hipersonik Rusia, Avangard, dilengkapi dengan hulu ledak nuklir dan diluncurkan dari rudal balistik antarbenua SS-19, menurut CRS. Melakukan tes pada 2016 dan 2018, Rusia pada Desember 2019 mengumumkan telah mengaktifkan dua peluncur rudal SS-19 yang dilengkapi dengan Avangard.

"Di antara sistem senjata baru yang diuji China adalah kendaraan luncur hipersonik antarbenua, mirip dengan Avangard Rusia yang dirancang untuk terbang dengan kecepatan tinggi dan ketinggian rendah, mempersulit kemampuan kami untuk memberikan peringatan yang tepat," kata Jenderal Terrence O ' Shaughnessy, yang saat itu menjadi komandan Komando Utara AS, pada Februari 2020.